Pengaturan Air Pada Tanaman Padi Untuk Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim
Oleh :
Among Wibowo, SP, MMA
Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang
Dampak perubahan iklim adalah kondisi kerugian dan keuntungan, baik secara fisik, produk, maupun secara sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh cekaman perubahan iklim. Sektor pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, paling rentan (mempunyai tingkat kerentanan paling tinggi) terhadap perubahan iklim karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman (kelebihan dan kekurangan) air, meningkatnya frekuensi cuaca ekstrim, dan curah hujan yang lebat dan menyebabkan banjir, adalah hanya sebagian contoh kecil dari akibat perubahan iklim.
Kerentanan terhadap perubahan iklim adalah sebuah kondisi yang mengurangi kemampuan manusia untuk menyiapkan diri, atau menghadapi kerawanan ataupun bencana. Secara umum, perubahan iklim yang ekstrim menyebabkan: (a) Kerusakan sumberdaya lahan pertanian, (b) Peningkatan frekuensi, luas, dan bobot/intensitas kekeringan dan banjir, (c) Peningkatan intensitas gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan (d) Kegagalan panen dan tanaman, penurunan Indeks Pertanaman, penurunan produktivitas, kualitas dan produksi.
Dengan adanya perubahan tahun-tahun ini mengakibatkan dampak pada lahan pertanian khususnya dalam pengaturan air untuk tanaman padi semangkin kurang baik kadang kekurangan dan kelebihan air tidak begitu stabilnya untuk perairan tanaman padi sehingga hal ini dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan dan perkembangan tanaman padi untuk masa vegetatif dan generatif.
Tanaman padi akan lebih baik tumbuhnya dan meningkatnya produksi padi adalah diperlukan air yang cukup atau tidak berlebihan, dalam menghadapi perubahan iklim yang begitu berubah-berubah maka disarankan para penyuluh pertanian dan petani di lapangan yang agar lebih memperhatikan untuk mengatur jalannya air yang lebih baik agar tidak terhadap dalam membudidayakan tanaman padi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan hal sebagai berikut ; Prinsip-prinsip Pengelolaan Irigasi ada dua prinsip utama
(a) Pekalen Regeling: sistem pengelolaan yang didasarkan pada pola tanam (cultuur plan) yang ditetapkan sebelumnya. Pengelolaan air irigasi diperlukan untuk mendukung terlaksananya pola tanam yang dikehendaki, suatu prinsip klasik tentang azas. (a) Pekalen Regeling: sistem pengelolaan yang didasarkan pada pola tanam (cultuur plan) yang ditetapkan sebelumnya. Air irigasi diperlukan untuk mendukung terlaksananya pola tanam yang dikehendaki, suatu prinsip klasik tentang azas kegunaan, (b) Pategoean Regeling: mengadopsi prinsip pengelolaan air pada daerah irigasi yang dibangun masyarakat sendiri yaitu alokasi air berdasarkan kesamaan kesempatan, sedangkan pola tanam diserahkan sendiri pada masyarakat. Pada masa penjajahan untuk kepentingan kolonial maka dipilih yang pertama dengan turunannya sistem Golongan, sistem Pasten dll.
Sejak Pelita I: komitmen rehabilitasi dan perluasan irigas dipacu oleh kepentingan mencapai swasembada beras, dengan bantuan kredit lunak dari IDA (International Development Agency). Pada kurun waktu 1969-1984: Areal Irigasi seluas 3,4 juta hektar dalam kondisi rusak menjadi 5,0 juta hektar kondisi baik. Intensitas Pertanaman meningkat dari 100% menjadi 145%. produktivitas naik lebih dari 2 kali lipat (2 ton GKG/ha - 4,3 ton GKG/ha). Swasembada beras dicapai tahun 1984 - 1993, dan kembali swasembada beras tahun 2004 sampai sekarang. Swasembada beras tersebut dapat dicapai dengan pengelolaan irigasi yang baik dan teknik budidaya tanaman padi yang diterapkan petani sesuai anjuran serta dukungan dari berbagai pihak yang terkait.
Penggunaan air irigasi dapat dilakukan secara efesien dan efektif sesuai dengan volume air yang ada dapat dilakukan antara lain ; a) pemeliharaan bendungan, saluran primer, sekunder dan tertier, dengan pemeliharaan bendungan dan saluran tersebut maka air yang ada benar-benar dapat dialirkan ke persawahan para petani yang menanam padi, b) pemasukan air ke sawah sesuai kebutuhan, air yang dialirkan ke persawahan para petani harus disesuaikan debitnya sesuai kebutuhan padi yang sedang ditanam, pada saat air dibutuhkan padi misalnya pada persemaian dan pertumbuhan, sedangkan pada saat musim hujan dan pengeringan butir malai maka debit air yang dimasukkan ke sawah dikurangi/dibatasi, c) pengolahan tanah, pada saat pengolahan tanah ada masa pelapukan/pengeringan tanah maka saat itu pemasukan air ke sawah diberhentikan sehingga air dapat digunakan ke lahan sawah lainnya yang dibutuhkan petani.
Pada prinsipnya para petani padi di lapangan disarankan dalam pengelolaan air yang berhubungan dengan perubahan iklim harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut ; a) bila iklim terjadi ekstrim kering maka usahakan menggunakan air irigasi sehemat mungkin yaitu pada saat vegetatif pertumbuhan padi air disalurkan secara teratur sehingga air tidak terbuang percuma,b) bila iklim terjadi ekstrim basah yaitu hujan berkepanjangan maka saluran air dalam petakan sawah harus di kontrol setiap saat supaya air jangan berlebihan di dalam petakan sawah yang dapat meningkatkan serangan hama penyakit yang terjadi. Dalam hal ini para petani di lapangan harus lebih berhati-hati dan lebih bekerja keras dengan terjadinya perubahan iklim.
Pustaka
Badan Litbang, 2010, Peta Kerentanan Sektor Pertanian dan Dampak Perubahan Iklim, Jakarta.
Kementan, 2010, Kenali dan Pahami Perubahan Iklim, Jakarta
Ibrahim Saragih, 2006, Peranan Penyuluh Pertanian dalam Peningkatan Produksi Padi, Disertasi, Bogor