Budidaya Padi Sawah Bebas Residu
Oleh :
Among Wibowo, SP, MMA
Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang
Era pestisida memang menyerang dunia pertanian sejak pupuk buatan pertama kali ditemukan sekitar abad ke-19. Dengan penggunaan pupuk buatan itu, keuntungan lebih murah, lebih kuat, dan lebih gampang didistribusikan.
Metoda itu memiliki dampak jangka panjang yang merugikan, mulai turunnya nilai kesuburan tanah hingga permasalahan zat-zat kimia berbahaya. Pestisida kimia juga dapat menjadi residu pada produk yang dihasilkan. Untuk menekan dampak merugikan tersebut perlu digalakkan budidaya tanaman yang mengurangi penggunaan pestisida kimia, melalui pengembangan budidaya padi bebas residu untuk menghasilkan gabah/beras yang berkualitas.
Untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan berkualitas maka harus tersedia pangan secara cukup dan bermutu. Beras yang dikonsumsi harus beras sehat bebas residu bahan kimia, khususnya residu pestisida yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Pestisida kimia perlu diganti dengan teknologi pengendalian alternatif, yang lebih banyak memanfaatkan bahan dan metode hayati, termasuk musuh alami, pestisida hayati dan feromon. Dengan cara ini, dampak negatif penggunaan pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan dapat dikurangi.
Beberapa dampak negatif dari sistem pertanian konvensional adalah pencemaran air tanah dan air permukaan; membahayakan kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan; pengaruh negatif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan kesehatan makanan; penurunan keanekaragaman hayati; perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu, dan jasad berguna lainnya; meningkatnya daya ketahanan organisme pengganggu terhadap pestisida; merosotnya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik; ketergantungan yang makin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbaharui (non-renewable natural resources); resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.
Budidaya padi bebas residu atau pertanian organik pada dasarnya tidak berbeda dengan budidaya padi secara konvensional. Pertanian organik biasanya diawali dengan pemilihan benih tanaman non-hibrida yang dimaksudkan untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Tanaman non-hibrida sendiri secara teknis memang memungkinkan untuk ditanam tanpa menggunakan bahan kimia atau dapat tumbuh dan berproduksi pada kondisi alami. Sementara tanaman hibrida biasanya dikondisikan seperti harus menggunakan pupuk kimia atau pemberantasan hanya dengan pestisida kimia. Perbedaan lainnya antara tanaman padi non-hibrida dan tanaman padi hibrida adalah pada penggunaan pupuk dasar.
Pertanian organik sebagai sistem budidaya pertanian yang memanfaatkan bahan- bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Pertanian organik berkembang karena adanya kesadaran masyarakat terkait sistem pertanian berbasis high input energy seperti pupuk dan pestisida kimia sintetis yang dapat merusak lingkungan dan tidak baik bagi kesehatan manusia.
Keberlanjutan pertanian organik, tidak dapat dipisahkan dari dimensi ekonomi, selain dimensi lingkungan dan dimensi sosial. Aspek ekonomi dikatakan berkelanjutan apabila produksi pertaniannya mampu mencukupi kebutuhan dan memberikan pendapatan yang cukup bagi petani. Pertanian organik juga menjadi salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals) yaitu untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan ketahanan pangan dan nutrisi serta mendorong berkembangnya pertanian berkelanjutan.
Pada tahun 2019, pemerintah menggalakkan budidaya padi bebas organik dengan menyalurkan bantuan sarana produksi pertanian berupa benih padi Inbrida; pupuk organik sebagai pembedah tanah; pestisida hayati; pupuk hayati dan pupuk anorganik yang ditujukan untuk meningkatkan produksi, produktivitas, mutu hasil serta meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani pada lahan seluas 60.000 hektar.
Sistem pertanian organik ini berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian maupun lingkungan maka pendampingan sangat penting karena proses menjadikan Indonesia penghasil padi organik (bebas residu) tidak selesai hanya sampai pada penanaman melaikan hingga pemasarannya.
Untuk itu, pendampingan oleh para penyuluh perlu terus dilakukan agar cara bercocok tanam yang sesuai dengan kaidah pertanian organik dapat diwujudkan dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk organik (bebas residu) semakin meningkat sehingga peluang pasar untuk beras organik (bebas residu) semakin terbuka.
Pustaka
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Serealia 2019, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.
litbang.pertanian.go.id