Studi Tiru Disperpa Kota Magelang : Berburu Pengalaman Mina Tanaman dari Petani Sleman Yang Mampu Hasilkan Rp 180 Juta Per Hektar
MAGELANG – Ada hal menarik dari studi tiru Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa) Kota Magelang bersama petani anggota Gapoktan Agung Tuk Sari dan Gapoktan Sri Rejeki kemarin (rabu, 11/09/2019). Studi Tiru Budidaya Mina Tanaman ini menjadi terobosan Disperpa dalam upaya meningkatkan wawasan dan ketrampilan petani di Kota Magelang. Dari studi tiru yang digelar di Kampung Mina Padi milik Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Mina Muda Samberembe, Candibinangun, Pakem-Sleman itu, petani peserta tampak sangat termotivasi untuk bisa segera menerapkan teknologi budidaya Mina Tanaman seperti Mina Padi, Mina Cabai dan Mina Timun di lahan masing-masing. Pasalnya, teknologi budidaya Mina Tanaman itu diyakini mampu memberikan nilai tambah ekonomi bagi petani. Bahkan untuk budidaya Mina Timun bila dikonversi, hasilnya berpotensi mencapai Rp 180 juta/ha. Ikuti liputannya berikut ini.
Adalah Satriyanta, Ketua Pokdakan Mina Muda dusun Samberembe desa Candibinangun, kecamatan Pakem Kabupaten Sleman sekaligus penggiat budidaya Mina Padi. Kepada saudara-saudara taninya dari Kota Magelang, pemuda usia 40 tahunan yang akrab disapa Timbul itu bercerita pengalaman perjalanan budidaya mina padi di kampungnya awalnya tak berjalan mulus. Usaha yang dirintis dalam 5 tahun terakhir itu mulanya juga menemui kegagalan sebagaimana usaha-usaha rintisan lainnya. Namun kenyataan pahit itu tak membuatnya dan anggota pokdakan menjadi patah semangat. Terus mencoba dan mencoba hingga berhasil, begitu kira-kira yang ia pedomani.
Dibawah pendampingan Fransiskus Making Ero, Penyuluh Perikanan Candibinangun, jerih payahnya mulai membuahkan hasil yang menggembirakan. Pelan tapi pasti hasil secara ekonomi mulai dapat ia dirasakan bersama keluarga 3-4 tahun terakhir. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, Timbul mulai berani mengkombinasikan usaha mina itu tak hanya dengan padi tapi juga dengan komoditas lainseperti cabai dan timun. Upaya tersebut untuk mengukur analisa usaha tani dan perbandingan biaya dan pendapatan yang akan diraih petani. Kesimpulannya ketiganya sama-sama menguntungkan.
Usaha budidaya mina padi dan variasinya pun dapat tumbuh berkembang dan diterima masyarakat di kampungnya. Kini sudah ada 3 hektar lahan sawah yang difungsikan dengan teknologi budidaya mina padi, mina cabai dan mina timun. Semua kegiatan dilaksanakan secara swadaya dengan harapan hasil produksi dan dampak ekonomi dapat dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat. Ia dan kelompoknya mulai melakukan perubahan tata kelola usaha dengan memanfaatkan skema permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Setiap lahan sawah dikelola masing-masing petani anggota. Namun petani yang kesulitan mengelola lahannya, pengelolaannya langsung ditangani pokdakan dengan dana KUR tersebut. Petani yang lahannya dikelolakan ke pokdakan bekerja dan menerima bagian hasil setelah panen. “Intinya win-win solution,”tegas Timbul.
Sejalan dengan perkembangan pariwisata di dusun Samberembe desa Candibinangun, Timbul bersama rekan-rekannya mulai melirik peluang lain, Kampung Mina Padi. Kampung Mina Padi yang dibangunnya mulai dilinkkan dengan konsep wisata dan padat teknologi, bergabung dengan kelompok besar, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang juga beranggotakan sejumlah organisasi masyarakat lainnya seperti Kelompok Wanita Tani, Karang Taruna, Pengelola Homestay, Outbond dan Kelompok Pengrajin Batik. Selain agar semakin banyak kunjungan tamu dari dalam dan luar daerah, Timbul juga berharap generasi millenial lebih tertarik menekuni dunia pertanian dan perikanan berkonsep wisata sebagai usaha yang menjanjikan di masa depan.
Timbul yang bulan lalu berkesempatan mempresentasikan Teknologi Budidaya Mina Padi di hadapan delegasi Malaysia itu juga menceritakan flashback pengalaman pribadinya mengelola lahan sawah seluas 3000 meter persegi milik orangtuanya. Diakui selama 20 tahun dirinya berusaha tani murni padi sawah, ia tak mampu berkembang secara ekonomi, bahkan cenderung stagnan. Dalam perkembangannya melalui ide kreatif dan inovasi pribadi, akhirnya Timbul mulai mencoba mina padi di lahan seluas 1000 meter persegi. Di lahan tersebut ia mampu meraup tambahan hasil 6 juta dari hasil pembesaran ikan konsumsi. “Kalau biasanya saya tanam padi menghasilkan 8 kuintal gabah kering panen (GKP) dengan nilai sekitar Rp 3,2 juta, kini dengan usaha mina padi penghasilan saya bertambah 6 juta dari hasil pembesaran ikan tanpa mengurangi hasil padi (tetap Rp 3,2 juta),”katanya.
Lain halnya dengan Mina Cabai dan Mina Timun. Pengalaman Timbul mengusahakan Mina Cabai di lahan seluas 500 meter persegi mampu menghasilkan hasil kombinasi cabai 20 kali panen (harga cabai Rp 35 rb/kg) senilai Rp 4 juta plus bibit ikan nila merah 50 kg senilai Rp 2 juta rupiah dalam kurun waktu 4 bulan. Lebih istimewa lagi apa yang ia dapat dari Mina Timun. Dari Mina Timun seluas 500 meter persegi, hanya dalam kurun waktu 2,5 bulan saja, Timbul mampu meraup uang Rp 9 juta (bila dikonversi Rp 180 juta/ha) hanya dengan modal Rp 4,5 juta. Rinciannya Rp 6 juta dari hsil panen timun jenis semi baby (panen setiap hari selama 36 kali, harga Rp3.500/kg). Sisanya Rp 3 juta diperolehnya dari panenan bibit ikan. “Coba sekarang bandingkan dengan hasil panen padi dari luasan 500 meter persegi, yang hanya Rp 1,25 juta,”ungkapnya.
Sejumlah petani yang mendengar penjelasannya terkesiap setengah tak percaya. Mereka sangat antusias untuk mencobanya di Kota Magelang. Melihat respon positif petani, M. Makfud, Kasi Ketersediaan dan Distribusi Pangan pada Disperpa menjanjikan tindak lanjut kegiatan dengan merealisasikan kegiatan demplot di areal persawahan Gapoktan Agung Tuk Sari Kelurahan Cacaban dan Gapoktan Sri Rejeki Kelurahan Magelang. Waktu pelaksanaan kegiatan direncanakan akhir September hingga awal Oktober 2019. Saat ini lahan di kedua lokasi masih dalam tahap persiapan. Kedua lokasi demplot diharapkan dapat menginisisasi tumbuhnya Kampung Mina Padi, Mina Cabai bahkan Mina Timun di Kota Magelang. (among_wibowo, red)