Kadisperpa Kota Magelang Targetkan Petani Transisi Beralih Ke Pertanian Organik

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Berita

MAGELANG – Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa) Kota Magelang terus mendorong transisi petani menuju pertanian organik dengan menggelar Pelatihan Pembuatan Pestisida Nabati dan Agensia Hayati selama 2 hari, senin-selasa (18-19/11/2019) di aula Disperpa. Kegiatan diikuti 30 petani perwakilan dari 18 kelompok tani se-Kota Magelang. Tampil sebagai narasumber antara lain I Made Redana dan Taufik Saleh (POPT/Laboratorium PHT Kedu) serta Sam Wahyono dan Among Wibowo (KJF Penyuluh Pertanian pada Disperpa).

Kepala Disperpa, Eri Widyo Saptoko dalam sambutannya yang didampingi Kabid Pertanian, Agus Dwi Windarto menerangkan meskipun potensi pertanian di Kota Magelang sangat kecil, tapi tetap memiliki kontribusi secara nasional. Seberapapun angkanya, lanjut Eri, kontribusi petani dalam produksi pangan tetap ada. Untuk itu petani juga tetap perlu menjaga keseimbangan alam dan rantai makanan dalam upaya mencapai produksi pangan yang optimal. Solusinya pertanian ramah lingkungan diimbangi optimalisasi lahan melalui teknologi vertikultur, hidroponik dan teknologi lainnya. Disperpa hadir untuk memastikan kebutuhan petani dapat tercukupi untuk berproduksi di sektor pertanian dengan baik. “Saya berharap petani mulai menekuni pertanian yang ramah lingkungan, syukur-syukur dapat bersertifikasi organik,”tegasnya.

Eri mengatakan untuk mengarah menuju pertanian ramah lingkungan, bahkan pertanian organik, petani harus meningkatkan kompetensi dalam pembuatan pestisida nabati dan agensia hayati. Selain itu, petani perlu mengembangkan budidaya tanaman refugia seperti bunga matahari, bunga kertas, kenikir dan keluarga kacang-kacangan. Tanaman-tanaman tersebut dapat menjadi tanaman perangkap yang mengalihkan serangan hama dari tanaman utama. “Hadirnya musuh alami akan sangat memudahkan pengedalian hama dan penyakit selama masa produksi,”jelasnya.

Senada dengan Kadisperpa, narasumber pertama sekaligus POPT Kota Magelang, I Made Redana menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem lahan sawah dengan melestarikan kehadiran musuh alami dapat mengimbangi populasi organisme pengganggu tanaman (OPT) di persawahan. Hal ini akan memudahkan petani dalam implementasi Budidaya Tanaman Sehat (BTS) pada pertanamannya. Dalam kesempatan ini Made menegaskan temuan riset bahwa penyakit kanker ternyata lebih banyak disebabkan oleh residu pestisida pada makanan yang dikonsumsi masyarakat daripada akibat faktor genetik. “Saat ini kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang bebas pestisida semakin meningkat dan lazim menjadi gaya hidup, sehingga sangat tepat bagi petani untuk berbudidaya pertanian yang sehat dan ramah lingkungan,”ujarnya.

Sementara itu, Taufik Saleh, narasumber dari Laboratorium PHT Kedu memperkuat kompetensi petani Kota Magelang dengan pelatihan pembuatan sejumlah variasi pestisida nabati dan agensia hayati. Antara lain praktek pembuatan Plant Growth Promoting Regulator (PGPR), Pil KB Tikus dengan bahan baku utama Gadung dan Ragi Tape dan Pupuk Organik Cair (POC) yang murah dan praktis. Setelah pembuatan, Taufik juga memperagakan cara aplikasinya di lahan persawahan petani. “Memang sedikit ribet, tapi kalau petani sudah tahu manfaatnya dan biaya pembuatannya murah, saya pastikan tertarik untuk mengaplikasikannya,”paparnya.

Lain halnya dengan Among Wibowo, narasumber yang juga Penyuluh Pertanian Madya itu memotivasi petani untuk lebih jeli dalam pengamatan terhadap hama dan penyakit dan menerapkan tahapan budidaya pertanian yang ramah lingkungan secara baik dan benar. Antara lain persiapan lahan, perbibitan, pengairan berselang dan sistem tanam organik secara SRI. Pengamatan rutin terhadap hama dan penyakit dapat meminimalisir ledakan serangan OPT pada pertanaman. Pengairan berselang dapat mengefisienkan penggunaan air dan keseimbangan dalam ketersediaan air dan oksigen. “Pengairan yang berlebihan akan meningkatnya kemasaman tanah (pH tanah) dan meningkatnya serangan OPT utamanya hama sundep (Schirpopaga innotata) yang dapat berakibat fatal pada penurunan produksi padi milik petani,”jelasnya.

Terkait pengendalian hama sundep, ia merekomendasikan penyemprotan asap cair 1-2 kali seminggu. Sebagai upaya antisipasi serangan hama tikus, petani dapat melakukan kerja bakti pembersihan gulma di pematang sawah, disamping memanfaatkan pil KB yang sudah direkomendasikan narasumber sehari sebelumnya. “Saya mendorong petani untuk dapat membuat sendiri pesnab dan POC, seperti yang sudah mulai dilakukan di Kampung Tulung-Magelang,”tandasnya.

        Sementara narasumber terakhir, Sam Wahyono (Penyuluh Pertanian Madya) mengingatkan pentingnya petani untuk mengelola kelembagaan kelompok tani. Pelaksanaan pertanian yang ramah lingkungan dapat lebih sukses bila terorganisir melalui kelompok tani yang secara struktur sudah kaya fungsi. Di dalamnya sudah ada sejumlah seksi yang memadai untuk berjalannya aktivitas kelompok. Seperti seksi pertanian, seksi peternakan, seksi perikanan dan seksi alsintan. “Petani perlu memperkuat lembaganya agar dapat lebih eksis dan terarah dalam usahatani yang ramah lingkungan,”katanya. (amw, red)