Pengembangan Budidaya Tanaman Mentimun di Pekarangan

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Teknologi Pertanian

Oleh :

Among Wibowo, SP, MMA

Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang

Twitter

Seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat saat ini, yang mulai memperhatikan pola hidup sehat melalui peningkatan konsumsi sayuran, menuntut ketersediaan produk berkualitas tinggi dan aman dikonsumsi. Hal ini merupakan peluang pasar yang cukup besar sehingga menuntut adanya upaya peningkatan produksi dan mutu produk sayuran. Salah satu jenis sayuran yang diminati untuk dikonsumsi masyarakat adalah mentimun yang dapat dibudidayakan di pekarangan.

Persemaian
Sebelum disemai, benih direndam dalam air hangat (500 C) atau larutan Previcur N (1cc/l) selama I jam. Benih disebar secara merata pada bedengan persemaian dengan media berupa campuran tanah dan pupuk kandang/kompos (1:1), kemudian ditutup dengan daun pisang selama 2-3 hari. Bedengan persemaian diberi naungan/atap dari screen/kasa/palastik transparan, kemudian persemaian ditutup dengan screen untuk menghindari serangan OPT. Benih yang sudah berkecambah dipindahkan ke polybag semai dan diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari yang kuat, hujan dan gangguan binatang lainnya. Penyiraman dilakukan setiap hari. Bibit siap ditanam di lapangan setelah berumur 20 - 23 hari.

Penanaman
Bibit yang sudah mempunyai 2-3 helai daun sejati (berumur 20 - 23 hari) siap ditanam. Ada beberapa cara tanam yang dapat digunakan, yaitu:
1. Cara tanam baris dengan jarak tanam 30 x 40 cm, menggunakan rambatan tunggal atau ganda, dan lubang tanam berupa alur;

2. Cara tanam persegi panjang dengan jarak tanam 90 x 60 cm, menggunakan sistem rambatan piramida;

3. Cara tanam persegi panjang dengan jarak tanam 80 x 50 cm, menggunakan sistem rambatan para-para.

Pemupukan
Pupuk yang digunakan yaitu Urea 2 kg/100, ZA 1,5 kg/100 m2, KCl 5 kg/100 m2, dan pupuk kandang (1,5 - 2 kg/tanaman), diberikan sebelum tanam. Pemupukan dilakukan 2 kali yaitu 0,5 dosis sebelum tanam dan 0,5 dosis (sisanya) pada saat tanaman berumur 30 hari. Pupuk ditempatkan pada 4 lubang pupuk yang dibuat dengan jarak dari batang utama tanaman 10 - 15 cm di sekeliling tanaman. Lubang pemupukan berdiameter 30 - 60 cm dengan kedalamam 3 - 4 cm. Pemupukan dapat dilakukan dengan sistem kocoran bila curah hujan sangat kurang.

Pemeliharaan
Pemeliharaan yang perlu dilakukan, terutama adalah menjaga ketersediaan air pada tanaman mentimun. Apabila tidak turun hujan, harus segera dilakukan penyiraman. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pengendalian gulma pada waktu tanaman masih muda atau belum menutup tanah dan menjaga tanaman dari serangan hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan paling lambat 1-2 minggu setelah tanam untuk mengganti bibit yang mati atau sakit. Tanaman mentimun dapat berproduksi dengan baik meskipun ditanam pada tanah yang telah beberapa kali ditanami dengan mentimun, asalkan kesuburan tanahnya selalu dipertahankan, misalnya dengan pemupukan yang teratur. Kebutuhan air untuk tanaman mentimun harus diperhatikan.

Pengairan sangat diperlukan, terutama bila tanaman mentimun ditanam saat musim kemarau. Pengairan diberikan dengan cara digenangi atau dengan disiram per lubang. Penyiraman dilakukan secukupnya dan sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Penggemburan tanah atau pendangiran dilakukan bersamaan dengan pemupukan kedua atau pemupukan susulan. Penyiangan gulma dilakukan karena gulma dapat menimbulkan persaingan dalam mendapatkan hara bagi tanaman mentimun. Sanitasi dilakukan dengan menghilangkan bagian tanaman atau tanaman yang sakit agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.

Pengikatan pada batang tanaman menggunakan tali yang permukaannya halus, namun kuat dan tidak mudah membusuk (tali rafia), dilakukan tiap 2 ruas pada bagian bawah buku-buku batang. Perompesan dilakukan terhadap bunga, daun dancabang air. Pembuangan bunga dilakukan terhadap bunga yang tumbuh sampai ruas ketiga dari bawah, bunga jantan. Apabila pada suatu buku terdapat lebih dari satu bunga, maka dipilih satu bunga sehat saja untuk dibiarkan tumbuh. Pembuangan daun dilakukan pada saat tanaman berumur 1,5 - 2 bulan yaitu terhadap daun tua yang terletak dekat permukaan tanah. Pembuangan cabang air yaitu tunas atau kuncup daun tanaman mentimun yang tumbuh di ketiak daun.

Panen
Panen pertama mentimun dapat dilakukan setelah tanaman berumur + 75-85 hari. Masa panen dapat berlangsung 1 - 1,5 bulan. Panen dapat dilakukan setiap hari, umumnya diperoleh 1 - 2 buah/tanaman setiap kali petik. Buah mentimun layak petik adalah buah yang masak penuh dengan warna yang seragam mulai dari pangkal hingga ujung buah dan mencapai panjang optimal sesuai dengan varietasnya. Buah yang dipetik terlalu awal akan mudah keriput, sedangkan bila terlalu lambat dipetik, buah akan terasa pahit. Pemetikan dilakukan dengan cara memotong, sebagian dari tangkai buahnya menggunakan gunting pangkas atau pisau. Pemetikan sebaiknya dilakukan pada pagi hari agar buah masih segar karena penguapan sedikit.

 

Pustaka

Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan

Pengendalian Serangan Penyakit Busuk Buah (Antraknose) Pada Tanaman Cabai

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Teknologi Pertanian

Oleh :

Among Wibowo, SP, MMA

Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang

 

Serangan penyakit patek, busuk buah atau antraknosa pada tanaman cabai dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar dan bahkan serangan penyakit ini menimbulkan kegagalan panen yang diakibatkan rusaknya buah cabai. Para petani kita dalam budidaya cabai pada umumnya belum menerapkan sepenuhnya kaidah-kaidah budidaya cabai yang benar (tradisional) sehingga mengakibatkan usaha agribisnya belum memberikan hasil yang optimal dan banyak merugi. Untuk memperbaiki dalam pengelolaan budidaya cabai perlu menerapkan Standar Operational Procedur (SOP) yang berdasarkan atas norma budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practices/GAP)

Kegiatan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dilakukan dengan sistem terpadu untuk menurunkan populasi OPT atau intensitas serangan sehingga tidak merugikan secara ekonomis dan aman bagi lingkungan. Salah satu kegiatan pengendalian OPT yang sangat menentukan keberhasilan usaha agribisnis cabai yang merugikan petani adalah serangan penyakit patek atau antraknosa pada tanaman cabai.
Penyakit patek atau antraknosa yang menyerang pada tanaman cabai yang disebabkan oleh penyakit patek atau antraknosa menyerang tanaman pada saat kelembaban udara tinggi (95%) dan suhu udara rendah dibawah 32oC dan cendawan tersebut bila menyerang pada biji cabai dapat bertahan hingga 9 bulan.

Gejala serangan penyakit patek atau antraknosa awal berupa bercak coklat kehitaman pada permukaan buah cabai, kemudian menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan-kumpulan titik-titik hitam yang merupakan koloni cendawan. Pada bagian tengah buah tampak bercak kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok seta dan konidium. Sedangkan tanaman yang terserang patek akibat infeksi cendawan gloesperium sp. Menunjukkan bercak coklat dengan bintik berlekuk. Pada bagian tepi bintik tersebut berwarna kuning membesar dan memanjang. Jika kelembaban tinggi cendawan akan membentuk lingkaran memusat atau konsintrik berwarna merah jambu. Serangan berat akan menyebabkan seluruh buah keriput dan mongering. Warna kulit buah menyerupai jerami padi dan dalam kondisi cuaca panas dan lembab dapat mempercepat perkembangan penyakit ini.

Pengendalian serangan penyakit patek, busuk buah atau antraknosa
a. Perlakuan biji benih cabai dengan cara merendam biji dalam air panas (55oC) selama 30 menit atau perlakuan dengan fungisida sistemik golongan Triazole dan Pryrimidian (0,05-0,1 %)

b. Melakukan sanitasi rumput ?rumput disekeliling tanaman dan buah cabai yang terserang penyakit patek, busuk buah atau antraknosa buahnya dikumpulkan dan dimusnakan.
c. Menanam benih yang bebas pathogen pada lahan yang tidak kontaminasi oleh pathogen penyakit patek, busuk buah atau antraknosa, baik itu di pesemaian atau di lahan usahatani.
d. Menanam cabai varietas genjah untuk menghindari infeksi, yaitu usaha memperpendek periode ekspose tanaman terhadap sumber inokulum.

e.Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang solanaceae
f. Memperbaiki aerasi tanah agar tidak terjadi genangan air dan kelembaban yang cukup tinggi, dengan membuat guludan setinggi 40-50 cm.

g. Memanfaatkan agens antagonis Trichoderma spp dan Gliocladium spp. Mengaplikasikan pada kantong pesemaian sebanyak 5 gram per kantong diaplikasikan 3 hari sebelum benih ditanam atau bersamaan dengan penanaman benih cabai.

h.Memanfaatkan mikroba antagonis Psudomonas Fluorescens dan Bacillus subtilis, diaplikasikan muai fase pembungaan hingga 2 setelah pembungaan dengan selang waktu 1 minggu.
i. Apabila gejala serangan penyakit pada buah semakin melaus dapat digunakan fungisida yang afektif dan sudah terdaftar/dianjurkan.

Teknik Pengendalian Hama Lalat Buah Pada Tanaman Cabai

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Teknologi Pertanian

Oleh :

Among Wibowo, SP, MMA

Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang

Twitter

Tanaman cabai, baik cabai merah keriting, cabai hijau, cabai rawit, cabai besar maupun paprika adalah komoditas primadona bagi para petani. Harga cabai yang sering membumbung tinggi serta mudah dalam menjualnya menjadi daya tarik tersendiri sehingga banyak petani yang berlomba-lomba membudidayakan tanaman hortikultura ini. Apalagi tidak sedikit petani cabai yang sukses memperoleh keuntungan yang besar karena keberhasilannya dalam menanam cabai. Hal ini menjadi pemicu dan penyemangat petani untuk mencoba dan terus mencoba meskipun sering gagal.

Para petani cabai, seringkali tak mampu menyelesaikan siklus hidup tanaman cabai dengan mulus tanpa hambatan. Banyak rintangan dan hambatan serta masalah yang harus dihadapi dalam merawat tanaman cabai. Masalah yang paling sulit yang harus dihadapi petani cabai adalah mengawal serangan berbagai jenis hama dan penyakit. Hama dan penyakit cabai begitu kompleks dan membutuhkan keuletan serta pengalaman yang cukup, untuk mengatasinya. Masalah penyakit busuk buah dan kerontokan buah merupakan salah satu masalah utama tanaman cabai. Busuk buah dan kerontokan buah cabai bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah serangan hama Lalat Buah. Lalat buah adalah serangga kecil yang bentuknya mirip dengan tawon yang seringkali menjadi penyebab gagalnya panen.

Lalat buah yang mempunyai nama latin Drosophila melanogaster yang sering menyerang tanaman cabai ini memang menjadi hama yang sering kita temui dan sangat meresahkan karena efek yang disebabkan, tanaman cabai menjadi busuk dan mempunyai kualitas yang buruk karena pada dasarnya buah ini menjadi inang bagi telur-telur lalat buah yang diletakkan didalam buah sehingga buah menjadi busuk dan tidak bisa dipetik.

Cara pengendalian hama lalat buah yang ramah lingkungan tidak dapat ditawar lagi, artinya produk buah tidak tercemar oleh bahan kimia yang berbahaya bagi konsumen, terutama pestisida. Ketergantungan petani terhadap penggunaan insektisida sintetik untuk mengendalikan hama cukup tinggi, sehingga perlu segera diatasi dengan mencari alternatif pengendalian lain yang ramah lingkungan. Kebutuhan terhadap teknik pengendalian hama yang ramah terhadap lingkungan sangat diharapkan, terutama yang efektif, efisien, dan mudah diterapkan oleh petani di lapangan.

Teknologi pengendalian hama lalat buah tanaman cabai yang ramah lingkungan yaitu dengan cara: kultur teknis, fisik/mekanik, biologi, dan kimiawi.

Pengendalian secara kultur teknis

a. Sanitasi lahan.

Sanitasi lahan bertujuan untuk memutuskan daur hidup lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah pada tanaman cabai dapat ditekan. Sanitasi dilakukan dengan cara mengumpulkan buah yang jatuh atau busuk kemudian dimusnahkan dan dibakar atau dibenamkan di dalam tanah dengan cara membuat lobang berukuran 1 x 0,5 m atau 1 x 1 m sampah/serasah di sekitar tanaman juga harus dikumpulkan dan dibakar atau dipendam dalam tanah. Pastikan ke dalam tanah tidak memungkinkan larva dapat berkembang menjadi pupa. Pupa yang ada dalam tanah dapat dimusnahkan dengan cara membalikkan tanah di sekitar tanaman.

b. Menggunakan perangkap lem kuning atau lem tikus bening yang dicampur dengan sedikit metyl eugenol untuk menangkap lalat buah dewasa.

c. Pengasapan dengan membakar sampah kering, dan dibagian atasnya ditutupi sampah basah, agar dapat dihasilkan asap dan tidak sampai terbakar. Kepulan asap yang menyebar ke seluruh bagian tanaman akan mengusir keberadaan hama lalat buah.
d. Pemasangan mulsa plastik dapat menekan larva berubah menjadi pupa dan akhirnya mengurangi populasi serangga dewasa.

 

Pengendalian secara fisik/mekanis

Menggunakan perangkap atraktan metyl eugenol/cue lure yang dipasang atau digantung di dalam perangkap yang terbuat dari bekas air mineral untuk menangkap lalat jantan. Bagian dasar botol diberi sedikit air, lalat buah mati terendam air. Sebaiknya perangkap dipasang dibagian luar lahan atau di bagian pinggir pertanaman, hal ini bertujuan agar lalat tidak terkumpul di tengah pertanaman

 

Pengendalian secara biologi

a. Pengendalian lalat buah secara biologi dapat dilakukan dengan cara menghasilkan lalat buah jantan mandul. Teknik pengendalian jantan mandul berhasil mengendalikan hama lalat buah di Jepang. Dengan melepaskan serangga jantan yang sudah mandul, maka telur yang dihasilkan dari perkawinan dengan lalat betina menjadi steril atau tidak bisa menghasilkan keturunan, dan akhirnya populasi akan turun dan musnah.
b. Memanfaatkan musuh alami baik parasitoid, predator atau patogen namun di

Pengendalian Secara Kimiawi (menggunakan insektisida kimia)

Beberapa jenis insektisida kimia yang beredar di pasar dapat digunakan untuk membasmi lalat buah. Dilakukan penyemprotan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpinfos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo. Dosis sesuai petunjuk pada kemasan insektisida.

 

Pustaka:

Duriat, A.S dan Sastrosiswojo, S, 2001, Pengendalian Hama Penyakit Terpadu pada Agribisnis Cabai, Ed. Adhi Santika, Penebar Swadaya, Jakarta.
Duriat, A.S., Gunaeni, N dan Wulandari, A. W, 2007, Penyakit penting pada tanaman cabai dan Pengendaliannya, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Bogor.

Manajemen Pengelolaan Air Pada Pertanaman Padi Sawah

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Teknologi Pertanian

Oleh :

Among Wibowo, SP, MMA

Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang

          

 

Air memiliki peranan sangat penting dalam berusahatani terutama bagi usahatani padi sawah. Tanaman padi merupakan tanaman yang sangat banyak membu tuhkan air khususnya pada saat tumbuh tanaman harus selalu tergenang air. Agar produktivitas padi cukup baik dan efektif dalam satuan luas lahan, maka dibutuhkan suplay air yang cukup melalui irigasi. Oleh karena itu untuk menunjang ketersediaan air bagi usahatani padi haruslah dilakukan pengelolaan air secara kontinyu baik dari segi kuantitas maupun kualitas sehingga menjamin tanaman padi tidak mengalami kekurangan air yang berakibat akan menurunkan hasil produksi.

Pembangunan bendungan beserta sarana-sarana pelengkapnya, jaringan atau salurannya dimaksudkan untuk kelancaran penyaluran air ke lahan secara lancar dan teratur dan dapat memuaskan semua pihak yang berkepentingan dengan air pengairan tersebut. Oleh karena itu diperlukan manajemen pengelolaan air yang baik yang meliputi semua rangkaian kegiatanyang terus-menerus secara terpadu yang dilakukan pada jaringan pengairan sejak kegiatan pengambilan dilanjutkan oleh pengaturan, pengukuran, penyaluran, pembagian, pemberian air pengairan yang aman sampai kepada pemakai air sampai di tingkat usahatani secara tepat waktu sehingga perkembangan tanaman yang dibudidayakan proses produksinya dapat terjamin.

Pembagian Air Pengairan

Pembagian air pengairan yaitu mengalirkan air pengairan ke saluran-saluran primer, sekunder sesuai dengan peraturan dan atau ketentuan yang berlaku yang dalam pelaksanaannya ada dalam pengawasan dinas terkait. Sedangkan pemberian air pengairan yaitu penyaluran air pengairan dari jalur utama ke saluran tersier dalam petak tersier dan selanjutnya memberikan air ke petak-petak sawah. Di tingkat ini yang berperan adalah petugas desa terdiri atas ulu-ulu atau pembantu ulu-ulu sebagai pelaksana teknis dalam hal pengaturan air pengairan di perdesaan.

Kegiatan untuk mencapai terlaksananya pemeliharaan jaringan pengairan, pembagian dan pemberian air pengairan dalam lingkup rangkaian irigasi teknis dan setengah teknis sederhana yang dikelola secara terpadu oleh petugas-petugas dinas pengairan dan petugas desa. Semua kegiatan harus memperhatikan atas peratuiran yang berlaku, maka air pengairan dapat dibagi dan diberikan dari sumbernya ke petak-petak usahatani dengan baik.

Dalam hal pengelolaan, pembagian dan pemberian air pengairan harus diperhatikan dan ditetapkan agar satu sama lainnya sesuai dengan aspek-aspek teknis pengairan irigasi di Indonesia yang memiliki musim hujan dan musim kemarau. Selayaknya pemanfaatan air pengairan untuk lahan-lahan pertanaman dibagi dalam satu periode pengairan musim penghujan dengan tanaman utama padi sehingga memperoleh prioritas pertama yaitu pembibitan padi persawahan beserta persiapan penanaman sampai pada periode pertumbuhan dan umur tertentu. Pada pengairan musim kemarau dengan tanaman utama adalah palawija, sehingga yang memperoleh prioritas pertama yaitu pembibitan padi gadu beserta persiapan pembibitan padi rendeng.

Kebutuhan Air Tanaman Padi

Kebutuhan air untuk tanaman padi sawah mencakup perhitungan air yang masuk dan keluar dari lahan sawah. Air di petakan sawah dapat bertambah karena turun hujan, sengaja diairi dari saluran irigasi dan perembesan dari sawah yang letaknya lebih tinggi.

Pada pertanaman padi terdapat tiga fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif (0-60 hari), fase generatif (60-90 hari), dan fase pemasakan (90-120 hari).

Untuk mengetahui kebutuhan air yang harus disediakan untuk irigasi lahan pertanian, informasi atau data kebutuhan air tanaman sangat diperlukan. Kebutuhan air tanaman tergantung dari jenis dan umur tanaman, waktu atau periode pertanaman, sifat fisik tanah, teknik pemberian air, jarak dari sumber air pada lahan pertanian dan luas areal pertanaman yang akan diairi. Oleh sebab itu agar penggunaan air irigasi lebih efesien dan efektif, maka sangat penting mengetahui pemakaian air konsumtif tanaman.

Pada lahan sawah kehilangan air dapat terjadi melalui evaporasi, transpirasi, dan perlokasi dan sagat bervariasi. Kehilangan air pada lahan sawah beririgasi bervariasi antara 5,6-20,4 mm/hari. Variasi kehilangan air yang paling sering diamati berkisar antara 6-10 mm/hari (Yoshida 1981).

Dengan demikian rata-rata jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi padi yang optimal adalah 180-300 mm/bulan. Dalam satu periode tanam bahwa kebutuhan untuk seluruh operasional pengelolaan sawah beririgasi (pembibitan, persiapan lahan dan irigasi) adalah 1.240 mm.

Hampir selama periode pertumbuhannya padi memerlukan kondisi lahan yang jenuh air. Untuk efesiensi penggunaan air dapat ditingkatkan dengan sistem Tabela yang hanya memerlukan penggenangan air 2-3 cm sejak umur 15-50 hari, dan selanjutnya dengan macak-macak. Teknik tanpa olah tanah dikombinasikan dengan selang irigasi 3 hari sekali atau interminten selama fase vegetatif dapat menghemat air irigasi sampai 50% (Budi, 2000).

Untuk memenuhi kebutuhan air irigasi pada periode tanam sampai panen dengan umur tanaman 100 hari akan memerlukan air 520-1.620 mm. Untuk padi umur 130 hari membutuhkan air sebanyak 720-2.160 mm. Penggunaan air irigasi juga sangat bervariasi atara musim penghujan dan musim kemarau dan sangat tergantung pada tingkat pengelolaan tanaman dan sistem pengelolaannya.

 

Pustaka :

Badan Litbang Pertanian