Tata Kelola Pemanfaatan Air Pada Pertanaman Padi Sawah

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Artikel Pertanian

Oleh :

Among Wibowo, SP, MMA

Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang

          

Air memiliki peranan sangat penting dalam berusahatani terutama bagi usahatani padi sawah. Tanaman padi merupakan tanaman yang sangat banyak membu tuhkan air khususnya pada saat tumbuh tanaman harus selalu tergenang air. Agar produktivitas padi cukup baik dan efektif dalam satuan luas lahan, maka dibutuhkan suplay air yang cukup melalui irigasi. Oleh karena itu untuk menunjang ketersediaan air bagi usahatani padi haruslah dilakukan pengelolaan air secara kontinyu baik dari segi kuantitas maupun kualitas sehingga menjamin tanaman padi tidak mengalami kekurangan air yang berakibat akan menurunkan hasil produksi.

Pembangunan bendungan beserta sarana-sarana pelengkapnya, jaringan atau salurannya dimaksudkan untuk kelancaran penyaluran air ke lahan secara lancar dan teratur dan dapat memuaskan semua pihak yang berkepentingan dengan air pengairan tersebut. Oleh karena itu diperlukan manajemen pengelolaan air yang baik yang meliputi semua rangkaian kegiatanyang terus-menerus secara terpadu yang dilakukan pada jaringan pengairan sejak kegiatan pengambilan dilanjutkan oleh pengaturan, pengukuran, penyaluran, pembagian, pemberian air pengairan yang aman sampai kepada pemakai air sampai di tingkat usahatani secara tepat waktu sehingga perkembangan tanaman yang dibudidayakan proses produksinya dapat terjamin.

Pembagian Air Pengairan

Pembagian air pengairan yaitu mengalirkan air pengairan ke saluran-saluran primer, sekunder sesuai dengan peraturan dan atau ketentuan yang berlaku yang dalam pelaksanaannya ada dalam pengawasan dinas terkait. Sedangkan pemberian air pengairan yaitu penyaluran air pengairan dari jalur utama ke saluran tersier dalam petak tersier dan selanjutnya memberikan air ke petak-petak sawah. Di tingkat ini yang berperan adalah petugas desa terdiri atas ulu-ulu atau pembantu ulu-ulu sebagai pelaksana teknis dalam hal pengaturan air pengairan di perdesaan.

Kegiatan untuk mencapai terlaksananya pemeliharaan jaringan pengairan, pembagian dan pemberian air pengairan dalam lingkup rangkaian irigasi teknis dan setengah teknis sederhana yang dikelola secara terpadu oleh petugas-petugas dinas pengairan dan petugas desa. Semua kegiatan harus memperhatikan atas peratuiran yang berlaku, maka air pengairan dapat dibagi dan diberikan dari sumbernya ke petak-petak usahatani dengan baik.

Dalam hal pengelolaan, pembagian dan pemberian air pengairan harus diperhatikan dan ditetapkan agar satu sama lainnya sesuai dengan aspek-aspek teknis pengairan irigasi di Indonesia yang memiliki musim hujan dan musim kemarau. Selayaknya pemanfaatan air pengairan untuk lahan-lahan pertanaman dibagi dalam satu periode pengairan musim penghujan dengan tanaman utama padi sehingga memperoleh prioritas pertama yaitu pembibitan padi persawahan beserta persiapan penanaman sampai pada periode pertumbuhan dan umur tertentu. Pada pengairan musim kemarau dengan tanaman utama adalah palawija, sehingga yang memperoleh prioritas pertama yaitu pembibitan padi gadu beserta persiapan pembibitan padi rendeng.

Kebutuhan Air Tanaman Padi

Kebutuhan air untuk tanaman padi sawah mencakup perhitungan air yang masuk dan keluar dari lahan sawah. Air di petakan sawah dapat bertambah karena turun hujan, sengaja diairi dari saluran irigasi dan perembesan dari sawah yang letaknya lebih tinggi.

Pada pertanaman padi terdapat tiga fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif (0-60 hari), fase generatif (60-90 hari), dan fase pemasakan (90-120 hari).

Untuk mengetahui kebutuhan air yang harus disediakan untuk irigasi lahan pertanian, informasi atau data kebutuhan air tanaman sangat diperlukan. Kebutuhan air tanaman tergantung dari jenis dan umur tanaman, waktu atau periode pertanaman, sifat fisik tanah, teknik pemberian air, jarak dari sumber air pada lahan pertanian dan luas areal pertanaman yang akan diairi. Oleh sebab itu agar penggunaan air irigasi lebih efesien dan efektif, maka sangat penting mengetahui pemakaian air konsumtif tanaman.

Pada lahan sawah kehilangan air dapat terjadi melalui evaporasi, transpirasi, dan perlokasi dan sagat bervariasi. Kehilangan air pada lahan sawah beririgasi bervariasi antara 5,6-20,4 mm/hari. Variasi kehilangan air yang paling sering diamati berkisar antara 6-10 mm/hari (Yoshida 1981).

Dengan demikian rata-rata jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi padi yang optimal adalah 180-300 mm/bulan. Dalam satu periode tanam bahwa kebutuhan untuk seluruh operasional pengelolaan sawah beririgasi (pembibitan, persiapan lahan dan irigasi) adalah 1.240 mm.

Hampir selama periode pertumbuhannya padi memerlukan kondisi lahan yang jenuh air. Untuk efesiensi penggunaan air dapat ditingkatkan dengan sistem Tabela yang hanya memerlukan penggenangan air 2-3 cm sejak umur 15-50 hari, dan selanjutnya dengan macak-macak. Teknik tanpa olah tanah dikombinasikan dengan selang irigasi 3 hari sekali atau interminten selama fase vegetatif dapat menghemat air irigasi sampai 50% (Budi, 2000).

Untuk memenuhi kebutuhan air irigasi pada periode tanam sampai panen dengan umur tanaman 100 hari akan memerlukan air 520-1.620 mm. Untuk padi umur 130 hari membutuhkan air sebanyak 720-2.160 mm. Penggunaan air irigasi juga sangat bervariasi atara musim penghujan dan musim kemarau dan sangat tergantung pada tingkat pengelolaan tanaman dan sistem pengelolaannya.

 

Pustaka :

Badan Litbang Pertanian

Upaya Menurunkan Kadar Gas Rumah Kaca (GRK) Sebagai Dampak Kegiatan Pertanian

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Artikel Pertanian

Oleh :

Among Wibowo, SP, MMA

Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang

 

       Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai penghasil emisi Gas Rumah Kaca (GRK) diantaranya berasal dari kegiatan penggundulan hutan, degradasi lahan gambut, dan kebakaran hutan. Emisi GRK dari penggundulan hutan dan kebakaran hutan adalah paling besar jika dibanding dengan sektor non kehutanan. Emisi GRK dari sektor kehutanan, khususnya penggundulan hutan, menyumbang 83% dari emisi tahunan GRK Indonesia. Emisi GRK dari kegiatan pertanian sangat kecil dan kurang signifikan secara global. Emisi GRK dari kegiatan pertanian sebagian besar (70%) berasal dari produksi padi, terutama gas methana (CH4) dan nitrogen dioksida (N2O). Emisi GRK akan berdampak terhadap peningkatan suhu global yang selanjutnya berdampak buruk bagi sektor pertanian. Untuk menurunkan GRK telah dilakukan berbagai upaya diantaranya melalui berbagai kegiatan pertanian dan peternakan yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Pertanian
1. Pengelolaan tanah

      Dengan melakukan pengelolaan tanah yang baik tentunya dengan melakukan manajemen kesuburan tanah yang baik pula yaitu dengan cara penggunaan bahan organik (kompos) dan mengurangi penggunaan pupuk kimia sintesis seperti urea karena akan meningkatkan emisi N2O ke atmosfer. Penggunaan pupuk urea, meningkatkan emisi methan. Dalam jangka panjang dapat diupayakan penggunaan pupuk berbahan dasar ammonium seperti sulfic-amonium ((NH3)2SO4) yang tetap dapat menjaga produktivitas tanaman namun rendah emisi methan.

2. Pengelolaan air

     Pengelolaan air (watershed management) atau pengaturan irigasi (control irigation) berkaitan dengan budidaya padi yang berkontribusi pada emisi gas methan. Pengelolaan air atau pengaturan irigasi tentunya difokuskan pada proses penggenangan secara berkala dan terkendali sehingga air hanya mengalir dan tergenang pada saat tertentu saja.

3. Pemilihan varietas

    Penggunaan varietas yang unggul dan adaptif terhadap praktek pertanian terpadu akan mengurangi input pupuk kimia dan aktivitas ini tentunya akan mengurangi emisi N2O dari pupuk kimia dengan tetap mempertahankan kualitas produk pertanian.

4. Pemanfaatan limbah pertanian

        Limbah pertanian dihasilkan dari kegiatan budidaya (on farm) dan pengolahan hasil (off farm). Jika limbah dikelola dengan baik tentunya akan mengurangi emisi gas CH4, N2O, COx dan CO2. Selain itu limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, biogas, pupuk organik dan bahan bakar nabati (biomass).

5. Diversifikasi pangan

     Keragaman bahan pangan akan memperkuat ketahanan pangan nasional. Keragaman pangan akan memberika efek positif pada pengurangan emisi GRK, karena penyediaan pangan tidak tergantung pada padi yang dalam budidaynya berkontribusi pada peningkatan emisi gas methan.

 

Peternakan
1. Inseminasi buatan dan pemuliaan galur

       Dengan inseminasi buatan dan pemuliaan galur diharapkan dihasilkan ternak yang memiliki kualitas lebih baik dari sebelumnya yaitu lebih tahan penyakit, kemampuan reproduksi yang baik. Ternak yang berkualitas baik akan meningkatkan produksi sehingga secara tidak langsung mengurangi emisi gas methan.

2. Pemanfaatan kotoran ternak

       Kotoran ternak yang dikelola dengan baik akan menghasilkan biogas atau pupuk organik yang selanjutnya akan mengurangi emisi gas methan

      Berdasarkan data dari ADB-GEF-UNDP (1998), kegiatan pertanian (budidaya padi dan ternak) yang berpeluang menurunkan emisi GRK dapat dilihat pada data berikut:
Kegiatan budidaya padi:

1. Tanpa olah tanah : menurunkan gas methan sebesar 10,8 Gg

2. Substitusi urea tabur dg sulficsulfunic : menurunkan gas methan sebesar 10 Gg

3. Substitusi urea tabur dgn urea tablet : menurunkan gas methan sebesar 18 Gg

4. Pembibitan langsung : menurunkan gas methan sebesar 37 Gg

5. Pengaturan irigasi : menurunkan gas methan sebesar 55,5 Gg

6. Substitusi varietas dgn IR4 : menurunkan gas methan sebesar 90 Gg

Kegiatan peternakan:

1. Pemberian mineral : menurunkan gas methan sebesar 40 Gg

2. Penggunaan pakan : menurunkan gas methan sebesar 30 Gg

3. Pembangunan biogas : menurunkan gas methan sebesar 70 Gg

4. Inseminasi buatan : menurunkan gas methan sebesar 15 Gg

5. Modifikasi rumen : menurunkan gas methan sebesar 25 Gg

6. Peningkatan daya cerna : menurunkan gas methan sebesar 15 Gg

      Pengurangan emisi gas methan dari sektor pertanian harus menjadi prioritas uttama. Berdasrkan hasil inventarisasi GRK, pada tahun 1990 emisi gas methan dari sektor pertanian yang meliputi CH4, N2O, NOx dan CO2 mencapai 71.137,92 Gg atau mencapai 94,4% dari seluruh emisi GRK sektor pertanian.

 

Pustaka

Badan Litbang Pertanian, 2009, Pengembangan Inovasi Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor

WASPADA RESIDU PESTISIDA PADA BUAH DAN SAYUR

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Artikel Pertanian

Buah dan Sayur merupakan komoditas pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, baik dalam keadaan segar. Jika dikaitkan dengan masalah keamanan pangan, buah dan sayur dapat dikatakan sebagai jenis bahan pangan yang berpeluang mengandung residu pestisida melebihi batas maksimum residu karena disemprot pestisida secara langsung selama proses produksi.

Penggunaan pestisida merupakan alternatif dalam mengandalikan cemaran hama dan penyakit pada tanaman buah dan sayur. Peningkatan penggunaan bahan kimia pestisida telah menimbulkan kecemasan dikalangan masyarakat luas karena terbukti bahwa pestisida dapat menimbulkan dampak negatif pada manusia. Bahaya pestisida bagi kesehatan manusia dapat terjadi akibat keracunan pestisida karena penggunaan yang tidak tepat dan tidak aman maupun akibat residu pestisida pada bahan makanan.

Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematode, gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama. Penggunaan pestisida yang tidak tepat waktu, interval waktu aplikasi yang pendek dan terlalu dekat waktu panen akan menyebabkan tertinggalnya residu pestisida pada bahan makanan yang dapat membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi bahan makanan tersebut. Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian bahan pangan atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida.

Adanya residu pestisida dalam makanan, termasuk dalam sayur dan buah merupakan masalah utama bagi kesehatan masyarakat. Residu yang sampai kepada manusia dapat ditinggalkan secara langsung maupun tidak langsung. Makanan yang mengandung residu pestisida jika dikonsumsi dalam jangka panjang akan menimbulkan gangguan kesehatan. Pada tingkat ekstrim, residu pestisida dapat menyebabkan kematian. Sedang pada kadar dibawahnya, residu pestisida ini menyebabkan sakit perut dan muntah. Gejala keracunan akut pada manusia akibat konsumsi residu pestisida adalah paraestesia, tremor, sakit kepala, keletihan, perut mual, dan muntah. Efek keracunan kronis yang terjadi pada manusia akibat konsumsi residu pestisida adalah kerusakan sel-sel hati, ginjal, sistem saraf, sistemimunitas, dan sistem reproduksi.

Agar penggunaan pestisida tidak membahayakan konsumen yang mengkonsumsi sayur dan buah, maka residu suatu pestisida pada bahan makanan tidak boleh melebihi batas tertentu yaitu Batas Maksimum Residu (BMR).Dalam jumlah tertentu, penggunaan pestisida untuk tanaman buah dan sayur masih dapat ditolerir tubuh. Ada sayuran dan buah yang paling rentan menyerap pestisida tapi ada juga buah dan sayur berkulit tebal yang sedikit terkena kontaminasi pestisida. Berikut kelompok buah dan sayur yang paling banyak menyerap pestisida:

  1. Seledri
  2. Persik
  3. Strobery
  4. Apel
  5. Blueberry
  6. Peach
  7. Paprika
  8. Bayam
  9. Ceri
  10. Kentang
  11. Anggur
  12. Selada

            Sedangkan lapisan kulit dari buah dan sayur yang tebal dapat mencegah kontaminasi pestisida. Kelompok buah dan sayur tersebut memiliki tingkat pestisida rendah atau bahkan tidak ada sama sekali :

  1. Bawang
  2. Alpukat
  3. Jagung manis
  4. Nanas
  5. Mangga
  6. Kacang polong
  7. Asparagus
  8. Buah kiwi
  9. Kubis
  10. Terong
  11. Melon kuning
  12. Semangka
  13. Jeruk Bali
  14. Ubi jalar
  15. Bawang bombay

Untuk mengurangi residu pestisida yang menempel pada buah dan sayuran, berikut beberapa tips yang dapat dilakukan :

  1. Kupas kulit buah

Untukmengurangi jejak pestisida pada jenis buah dan sayur berkulit tebal seperti apel, pir, dan kentang, dapat dilakukan dengan cara mengupas kulitnya. Jangan lupa, bersihkan dulu kulit buah sebelum dikupas, supaya bakteri dan pestisida tidak berpindah ke daging buah melalui tangan Anda.

  1. Cuci dengan sabun

Sebelum dimakan, cuci  dulu buah dan sayur dengan sabun yang aman digunakan untuk bahan makanan. Caranya, rendam buah dan sayur di dalam air yang sudah ditetesi sabun selama beberapa menit. Lalu, bilas dengan air mengalir hingga sabun tak bersisa.

  1. Direndam air garam

Air garam juga efektif membersihkan sayur dan buah dari bakteri dan sisa pestisida. Di dalam wadah, campur 4 gelas air hangat dengan 1 sendok makan garam. Rendam sayur dan buah di dalam larutan tersebut selama 30-60 menit, lalu bilas sampai bersih dengan air mengalir.

  1. Gunakan Larutan Cuka

Larutan cuka bisa digunakan untuk menyingkirkan bakteri, memecah lapisan lilin, dan melunturkan jejak pestisida pada buah dan sayur. Caranya, rendam buah dan sayur di dalam air yang telah ditetesi cuka selama 10-20 menit, kemudian bilas hingga bersih.

  1. Pembersih dari Baking Soda

Campur 250 ml air, 1 sendok makan air lemon atau jeruk nipis, dan 2 sendok makan baking soda. Gunakan campuran ini untuk merendam buah dan sayur selama 5-10 menit sebelum dibilas dengan air bersih. Jika tidak direndam, Anda juga bisa memasukkan larutan ke dalam botol semprot dan menyemprotkannya pada sayur dan buah. Diamkan selama 5-10 menit sebelum dibilas, agar baking soda bisa menyingkirkan sisa-sisa.

                  Ditulis oleh : Farikha Dewi, SP (Pengawas Mutu Hasil Pertanian Ahli Pertama)

Pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT)

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Artikel Pertanian

Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, Pemerintah berkewajiban menjamin penyelenggaraan keamanan pangan di setiap rantai pangan secara terpadu. Penyelengaraan ini dapat diwujudkan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan pemberian jaminan keamanan dan mutu pangan.

Dalam rangka memberikan jaminan keamanan pangan segar khususnya pangan segar asal tumbuhan Kementerian Pertanian telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 53 tahun 2018 tentang Keamanan dan Mutu Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT). Salah satu yang diatur dalam permentan ini adalah tentang mekanisme pendaftaran pangan segar asal tumbuhan sebagai bentuk penjaminan kemananan pangan segar bagi masyarakat. Permentan ini bertujuan untuk memberikan jaminan dan perlindungan bagi masyarakat dari peredaran pangan segar yang tidak memenuhi persyaratan keamanan dan mutunya dan sekaligus kepastian hukum bagi produsen.

Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) adalah pangan asal tumbuhan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pangan olahan yang mengalami pengolahan minimal meliputi pencucian, pengupasan, pendinginan, pembekuan, pemotongan, pengeringan, penggaraman, pencampuran, penggilingan, pencelupan (blanching), dan/atau proses lain tanpa penambahan bahan tambahan pangan kecuali pelapisan dengan bahan penolong lain yang diijinkan untuk memperpanjang masa simpan.

Pendaftaran PSAT dilakukan terhadap PSAT dalam kemasan dan atau dilabel. Sesuai dengan ketentuan dalam Permentan Nomor 53 tahun 2018, pendaftaran PSAT terdiri dari 3 (tiga) jenis pendaftaran yaitu :

1. Pendaftaran PSAT Produksi Dalam Negeri Usaha Kecil (PD-UK)

              Pendaftaran PSAT PD-UK untuk PSAT yang diproduksi dalam negeri oleh petani, poktan, gapoktan atau pelaku usaha mikro dan kecil yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dinas Kabupaten/Kota selaku OKKP Daerah Kabupaten/Kota.

             2. Pendaftaran PSAT Produksi Dalam Negeri (PD)

              Pendaftaran PSAT PD untuk PSAT yang diproduksi dalam negeri oleh pelaku usaha PSAT menengah dan besar yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dinas Provinsi selaku OKKP Daerah Provinsi.

             3. Pendaftaran PSAT Produksi Luar Negeri (PL).

        Pendaftaran PSAT PL untuk PSAT yang diproduksi di luar negeri dan diedarkan di wilayah Republik Indonesia dalam kemasan asli yang dilakukan oleh perseorangan, badan usaha atau badan hukum sebagai importir dan/atau distributor utama yang pelaksanaanya dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan selaku OKKP Pusat atau OKKP Daerah yang ditunjuk.

Pendaftaran PSAT dikecualikan untuk:

1. PSAT yang dibungkus dalam kemasan eceran di hadapan pembeli; dan

2. PSAT yang tidak untuk diperdagangkan, seperti PSAT untuk bantuan kemanusiaan, bahan penelitian.

 

Pendaftaran PSAT PD-UK dan PSAT PD, diberikan untuk:

1. PSAT yang diproduksi di dalam negeri;

2. PSAT produksi luar negeri yang dikemas kembali oleh pelaku usaha di wilayah Republik Indonesia;

3. PSAT produksi luar negeri yang dicampur dengan PSAT produksi dalam negeri.

     Pendaftaran PSAT PL diberikan untuk PSAT produksi luar negeri dalam kemasan asli.

 

  • Pendaftaran PSAT PD-UK

Nomor Pendaftaran PSAT PD-UK diterbitkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagai ketua OKKP-D Daerah Kabupaten/Kota terhadap pemohon yang memiliki unit usaha penanganan PSAT di wilayahnya. Pelaku usaha yang dapat mendaftar PSAT PD-UK adalah :

1) Petani;

2) Kelompok tani;

3) Gabungan kelompok tani;

4) Pelaku usaha mikro dan kecil

Apabila petani, kelompok tani dan Gabungan kelompok tani masuk dalam kriteria pelaku usaha menengah dan besar, maka mengikuti ketentuan pendaftaran PD.

 

  • Pendaftaran PSAT PD

 Nomor Pendaftaran PSAT PD diterbitkan oleh Kepala Dinas Provinsi sebagai Ketua OKKP-D Provinsi yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh unit yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan registrasi dan sertifikasi. Pemohon adalah yang memiliki unit usaha di wilayah tersebut. Pelaku usaha PSAT yang mendaftar PD adalah pelaku usaha menengah dan besar yang berbadan hukum.

 

  • Pendaftaran PSAT PL

 Nomor Pendaftaran PSAT PL diterbitkan oleh Ketua OKKP-P atau OKKP-D yang ditunjuk. Pemohon pendaftaran PL adalah importir atau distributor utama produk asal pemasukan yang masih dalam bentuk kemasan asli.

 

      Ditulis oleh : Farikha Dewi, SP (Pengawas Mutu Hasi Pertanian Ahli Pertama)