• Magelang Kota Sejuta Bunga
    Berangkat dari sebutan "Sebagai Tuin Van Java" (Kota Kebun atau Tamannya Pulau Jawa), Magelang dijuluki sebagai Kota Sejuta Bunga. Ibarat bunga, Kota Magelang ...
    Read more
  • Ayo Ke Magelang
    Ayo Ke Magelang

    Never Ending Eating-eating & Walking-walking ...

  • Taman Wisata Candi Borobudur
    Taman Wisata Candi Borobudur

    Mari berkunjung ke Taman Wisata Candi Borobudur, objek wisata favorit di Indonesia...

  • Magelang (1)
    Magelang (1)
  • Magelang (2)
    Magelang (2)
  • Magelang (3)
    Magelang (3)
  • Magelang (4)
    Magelang (4)
  • Magelang (5)
    Magelang (5)
  • Magelang (6)
    Magelang (6)
  • Magelang (7)
    Magelang (7)
  • Magelang (8)
    Magelang (8)
  • Magelang (9)
    Magelang (9)
  • Magelang (10)
    Magelang (10)
  • Magelang (11)
    Magelang (11)
  • Magelang (12)
    Magelang (12)
  • Magelang (13)
    Magelang (13)

Wawali Kota Magelang Apresiasi Disperpa, 2,5 Kuintal Beras TTI Ludes Dalam Sekejap di Opening CFD Sunmor Sport Center

on .

MAGELANG –Wakil Walikota Magelang, Windarti Agustina hari minggu (15/09/2019) memberikan apresiasi kepada stand Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa) Kota Magelang atas partisipasinya dalam perhelatan Opening Car Free Day Sunday Morning di area Sport Center Kota Magelang, Sanden-Kramat Selatan. Dalam kesempatan kunjungan ke stand Disperpa, Windarti didampingi Kepala Disperpa, Eri Widyo Saptoko memberikan arahan dan motivasi agar Disperpa terus menjadi garda terdepan dalam menjaga ketersediaan pangan masyarakat di Kota Magelang. “Teruslah berkarya yang terbaik untuk Kota yang kita cintai ini dan menjadi garda terdepan dalam mewujudkan ketahanan pangan,”katanya kepada para ASN dan THL Disperpa yang hadir.

Kepala Disperpa, Eri Widyo Saptoko mengatakan instansinya tak kenal lelah untuk terus mempromosikan beras medium untuk pasar Toko Tani Indonesia (TTI) pada setiap gelaran CFD. Selain itu pihaknya juga terus mendorong dan mensupport Gapoktan Sri Rejeki mencapai target penyediaan 30 ton beras medium sebagaimana yang ditargetkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui kegiatan LUPM ini. Seperti diketahui, lanjutnya, realisasi produksi hingga awal September sudah mencapai 16 ton. “Masih ada 3 bulan berjalan untuk mengejar target yang telah ditetapkan. Insya Allah dengan respon positif dari masyarakat, Gapoktan Sri Rejeki sebagai produsen beras akan semakin bersemangat mencapai targetnya,”tegasnya.

Dalam even perdana Opening Car Free Day Sunday Morning yang digagas Pemerintah Kota Magelang itu, kegiatan dimeriahkan dengan senam massal, modern dance, hiburan musik organ tunggal dan stand kuliner dan UMKM. Beras medium TTI yang dipasarkan stan Disperpa pun ludes dalam sekejap. Tak sampai 3 jam, 2,5 kuintal beras kemasan 5 kg yang dibanderol Rp 44.000 atau Rp 8.800/kg itu habis diborong pengunjung. Puluhan pengunjung silih berganti datang membeli beras medium kebanggaan Kota Magelang. Respon positif masyarakat tentunya semakin menebalkan asa bagi Disperpa maupun Gapoktan Sri Rejeki untuk meningkatkan produksi dan pemasaran beras medium di Kota Magelang.

Terinformasi penyediaan beras medium untuk Toko Tani Indonesia (TTI) sudah berjalan sejak akhir Mei 2019. Pemerintah Kota Magelang melalui Disperpa menugaskan Gapoktan Sri Rejeki Kelurahan Magelang sebagai operator kegiatan yang dikenal dengan Lembaga Usaha Pangan Masyarakat (LUPM). Dalam kegiatan tersebut, Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan (BKP) memberikan bantuan dalam bentuk alat dan mesin pertanian untuk prosesing beras senilai kurang lebih Rp 100 juta dan dana operasional Rp 60 juta. Hingga sejauh ini realisasi kegiatan penyediaan beras medium sudah memproduksi sekitar 16 ton beras medium dalam kurun waktu hampir 4 bulan.

          Latar belakang dilaksanakannya kegiatan LUPM tidak lain karena seringnya harga komoditas pangan mengalami fluktuasi yang dapat merugikan petani, pelaku distribusi dan konsumen baik secara ekonomi maupun kesejahteraan. Permasalahan utama yang terjadi selama ini antara lain terjadinya tingginya disparitas harga antara produsen dan konsumen yang mengakibatkan keuntungan tidak proporsional antara pelaku usaha. Harga yang tinggi di tingkat konsumen tidak menjamin petani (produsen) mendapatkan harga yang layak, sehingga diperlukan keseimbangan harga yang saling menguntungkan, baik di tingkat produsen maupun tingkat konsumen (among_wibowo, red)

 

Disperpa Gelar Pelatihan Pengemasan Daging Ayam Bagi Pedagang Daging Kota Magelang

on .

MAGELANG – Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa) Kota Magelang hari kamis (12/09/2019) menggelar kegiatan pelatihan Pengemasan Daging Ayam di Aula Disperpa. Kegiatan dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan pelaku peternakan, khususnya pedagang daging ayam di Kota Magelang. Selain itu pelatihan diharapkan mampu menyediakan peluang pasar bagi produk peternakan agar mampu bersaing dengan produk pabrikan sehingga pedagang daging dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarganya dalam usaha penyediaan pangan asal hewan yang sehat dan higienes bagi masyarakat. Kegiatan diikuti 40 orang pelaku peternakan yang mayoritas pedagang daging ayam dari pasar tradisional Kota Magelang seperti Pasar Kebonpolo, Pasar Ngasem dan Pasar Tukangan.

Kepala Disperpa, Eri Widyo Saptoko dalam sambutannya mengatakan peran pemerintah dalam hal ini Disperpa sangat penting dalam rangka terjalinnya hubungan antara penjual dan pembeli. Disperpa, lanjutnya, harus hadir untuk memastikan daging yang diedarkan atau diperdagangkan di pasar-pasar Kota Magelang itu sehat, tersedia dalam jumlah yang cukup dan aman. Daging juga harus aman dari kontaminasi penyakit cacing hati dan bakteri Escherichia coli (E.coli). “Maka dari itu perlu adanya jalinan antara penjual dan pembeli, dimana penjual harus bisa menyediakan barang dengan kualitas yang baik dan tidak menipu berat timbangannya,”ujarnya.

Eri menegaskan kegiatan pelatihan pengemasan daging ayam sangat penting dipahami para pelaku peternakan khususnya pedagang daging ayam. Menurutnya kemasan disamping menjaga produk lebih sehat dan higienis, kemasan juga dapat meningkatkan citra produk lebih baik sehingga potensi penjualannya pun dapat meningkat. “Pedagang perlu memberikan branding produknya dengan kemasan yang lebih baik. Biarpun di jual di pasar tradisional tapi bila kemasannya bagus akan dapat menarik konsumen berbondong-bondong belanja di pasar tradisional,”katanya.

Eri menambahkan terkait pengemasan yang dimaksud tentunya pembungkus, baik yang berupa kertas, plastik maupun aluminium foil.Secara teknis, banyak keuntungan yang diperoleh melalui pengemasan bahan pangan. Antara lain menekan kerusakan dan memberikan daya tarik bagi konsumen, yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai jualnya. Dalam kegiatan pemasaran, lanjutnya, bentuk kemasan akan memberi nilai positif bagi produknya. Kemasan juga berpeluang menarik konsumen untuk membeli produk daging yang dipasarkan. “Saya yakin produk pangan asal hewan (daging) yang kemasannya menarik tentunya akan mampu bersaing dengan produk olahan pabrik,”tandasnya.

Dalam kesempatan ini, tampil 2 narasumber yaitu Suhartanto (HRD) dan Risty Kartika Santi (Quality Control), keduanya dari PT. Gemilang Setia Sejahtera (GSS) Boyolali. Keduanya menularkan ilmunya kepada segenap peserta yang hadir. Kegiatan semakin lengkap dengan sesi praktek pengemasan daging ayam, sehingga peserta secara teknis dapat mempraktekkannya pada unit usaha masing-masing.

Suhartanto, narasumber pertama menyampaikan materi Manajemen Pengemasan Daging Segar Dalam Rangka Menjaga Mutu Produk. Dia memaparkan arti penting menghasilkan produk ayam yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Kunci suksesnya adalah dengan meningkatkan kualitas SDM, menerapkan sistem keamanan pangan dan halal, serta meningkatkan kualitas pelayanan konsumen. “Kalau di perusahaan kami untuk mencapainya dengan menerapkan Good Manufacturing Practice (GMP), yaitu sistem untuk memastikan bahwa produk secara konsisten diproduksi dan diawasi sesuai standar kualitas,”jelasnya.

 

Selanjutnya Risty Kartika Santi, narasumber kedua menyampaikan materi Praktek Teknis Pengemasan Daging Segar. Dalam praktek pengemasan, peserta belajar teknis pengemasan daging ayam utuh atau potongan. Sebelum pengemasan tentunya perlu pencatatan label kemasan produk yang akan dikemas. Label berisi keterangan yang dapat berupa gambar atau kata-kata, fungsinya sebagai sumber informasi produk. Label umumnya berisi informasi nama atau merek produk, bahan baku, bahan tambahan komposisi, informasi gizi, tanggal kadaluarsa, isi produk dan keterangan legalitas.Menurut Risty, ketentuan mengenai pemberian label pada produk diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. “Sesuai UU Nomor 7 tahun 1996, label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan,”paparnya.

 

Sementara itu pada sesi praktek ada perwakilan pedagang antara lain Umiyati (Pasar Kebonpolo), Fery Aji (Pasar Ngasem) dan Edi Surono (Pasar Tukangan). Setelah kegiatan praktek, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi. Segenap peserta yang hadir antusias mengikuti kegiatan praktek dan diskusi. Mereka berharap dapat meningkatkan citra produk daging yang dijual di pasar tradisional mampu bersaing dengan produk sejenis di pasar modern, khususnya dari aspek sehat dan higienisnya.

 

Terpisah, Sugiyanto mengungkapkan bahwa selama ini memang ada perbedaan produk daging yang di jual di pasar tradisional dan Depot Daging. Sugiyanto menjelaskan pembedanya adalah segmen pasar. Kalau di pasar tradisional seperti Kebonpolo, Ngasem dan Tukangan, produk daging yang dijual bersifat instan yaitu penyembelihan ayam hari ini harus habis hari ini. Sedangkan pada Depot Daging, daging ayam dalam kemasan beku (plastik vakum).yang dikemas dan berlabel. Keduanya sebenarnya memiliki pangsa pasar atau konsumen masing-masing, tergantung preferensi setiap konsumen. (among_wibowo, red)

 

 

Studi Tiru Disperpa Kota Magelang : Berburu Pengalaman Mina Tanaman dari Petani Sleman Yang Mampu Hasilkan Rp 180 Juta Per Hektar

on .

MAGELANG – Ada hal menarik dari studi tiru Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa) Kota Magelang bersama petani anggota Gapoktan Agung Tuk Sari dan Gapoktan Sri Rejeki kemarin (rabu, 11/09/2019). Studi Tiru Budidaya Mina Tanaman ini menjadi terobosan Disperpa dalam upaya meningkatkan wawasan dan ketrampilan petani di Kota Magelang. Dari studi tiru yang digelar di Kampung Mina Padi milik Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Mina Muda Samberembe, Candibinangun, Pakem-Sleman itu, petani peserta tampak sangat termotivasi untuk bisa segera menerapkan teknologi budidaya Mina Tanaman seperti Mina Padi, Mina Cabai dan Mina Timun di lahan masing-masing. Pasalnya, teknologi budidaya Mina Tanaman itu diyakini mampu memberikan nilai tambah ekonomi bagi petani. Bahkan untuk budidaya Mina Timun bila dikonversi, hasilnya berpotensi mencapai Rp 180 juta/ha. Ikuti liputannya berikut ini.

Adalah Satriyanta, Ketua Pokdakan Mina Muda dusun Samberembe desa Candibinangun, kecamatan Pakem Kabupaten Sleman sekaligus penggiat budidaya Mina Padi. Kepada saudara-saudara taninya dari Kota Magelang, pemuda usia 40 tahunan yang akrab disapa Timbul itu bercerita pengalaman perjalanan budidaya mina padi di kampungnya awalnya tak berjalan mulus. Usaha yang dirintis dalam 5 tahun terakhir itu mulanya juga menemui kegagalan sebagaimana usaha-usaha rintisan lainnya. Namun kenyataan pahit itu tak membuatnya dan anggota pokdakan menjadi patah semangat. Terus mencoba dan mencoba hingga berhasil, begitu kira-kira yang ia pedomani.

Dibawah pendampingan Fransiskus Making Ero, Penyuluh Perikanan Candibinangun, jerih payahnya mulai membuahkan hasil yang menggembirakan. Pelan tapi pasti hasil secara ekonomi mulai dapat ia dirasakan bersama keluarga 3-4 tahun terakhir. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, Timbul mulai berani mengkombinasikan usaha mina itu tak hanya dengan padi tapi juga dengan komoditas lainseperti cabai dan timun. Upaya tersebut untuk mengukur analisa usaha tani dan perbandingan biaya dan pendapatan yang akan diraih petani. Kesimpulannya ketiganya sama-sama menguntungkan.

Usaha budidaya mina padi dan variasinya pun dapat tumbuh berkembang dan diterima masyarakat di kampungnya. Kini sudah ada 3 hektar lahan sawah yang difungsikan dengan teknologi budidaya mina padi, mina cabai dan mina timun. Semua kegiatan dilaksanakan secara swadaya dengan harapan hasil produksi dan dampak ekonomi dapat dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat. Ia dan kelompoknya mulai melakukan perubahan tata kelola usaha dengan memanfaatkan skema permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Setiap lahan sawah dikelola masing-masing petani anggota. Namun petani yang kesulitan mengelola lahannya, pengelolaannya langsung ditangani pokdakan dengan dana KUR tersebut. Petani yang lahannya dikelolakan ke pokdakan bekerja dan menerima bagian hasil setelah panen. “Intinya win-win solution,”tegas Timbul.

Sejalan dengan perkembangan pariwisata di dusun Samberembe desa Candibinangun, Timbul bersama rekan-rekannya mulai melirik peluang lain, Kampung Mina Padi. Kampung Mina Padi yang dibangunnya mulai dilinkkan dengan konsep wisata dan padat teknologi, bergabung dengan kelompok besar, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang juga beranggotakan sejumlah organisasi masyarakat lainnya seperti Kelompok Wanita Tani, Karang Taruna, Pengelola Homestay, Outbond dan Kelompok Pengrajin Batik. Selain agar semakin banyak kunjungan tamu dari dalam dan luar daerah, Timbul juga berharap generasi millenial lebih tertarik menekuni dunia pertanian dan perikanan berkonsep wisata sebagai usaha yang menjanjikan di masa depan.

Timbul yang bulan lalu berkesempatan mempresentasikan Teknologi Budidaya Mina Padi di hadapan delegasi Malaysia itu juga menceritakan flashback pengalaman pribadinya mengelola lahan sawah seluas 3000 meter persegi milik orangtuanya. Diakui selama 20 tahun dirinya berusaha tani murni padi sawah, ia tak mampu berkembang secara ekonomi, bahkan cenderung stagnan. Dalam perkembangannya melalui ide kreatif dan inovasi pribadi, akhirnya Timbul mulai mencoba mina padi di lahan seluas 1000 meter persegi. Di lahan tersebut ia mampu meraup tambahan hasil 6 juta dari hasil pembesaran ikan konsumsi. “Kalau biasanya saya tanam padi menghasilkan 8 kuintal gabah kering panen (GKP) dengan nilai sekitar Rp 3,2 juta, kini dengan usaha mina padi penghasilan saya bertambah 6 juta dari hasil pembesaran ikan tanpa mengurangi hasil padi (tetap Rp 3,2 juta),”katanya.

Lain halnya dengan Mina Cabai dan Mina Timun. Pengalaman Timbul mengusahakan Mina Cabai di lahan seluas 500 meter persegi mampu menghasilkan hasil kombinasi cabai 20 kali panen (harga cabai Rp 35 rb/kg) senilai Rp 4 juta plus bibit ikan nila merah 50 kg senilai Rp 2 juta rupiah dalam kurun waktu 4 bulan. Lebih istimewa lagi apa yang ia dapat dari Mina Timun. Dari Mina Timun seluas 500 meter persegi, hanya dalam kurun waktu 2,5 bulan saja, Timbul mampu meraup uang Rp 9 juta (bila dikonversi Rp 180 juta/ha) hanya dengan modal Rp 4,5 juta. Rinciannya Rp 6 juta dari hsil panen timun jenis semi baby (panen setiap hari selama 36 kali, harga Rp3.500/kg). Sisanya Rp 3 juta diperolehnya dari panenan bibit ikan. “Coba sekarang bandingkan dengan hasil panen padi dari luasan 500 meter persegi, yang hanya Rp 1,25 juta,”ungkapnya.

        Sejumlah petani yang mendengar penjelasannya terkesiap setengah tak percaya. Mereka sangat antusias untuk mencobanya di Kota Magelang. Melihat respon positif petani, M. Makfud, Kasi Ketersediaan dan Distribusi Pangan pada Disperpa menjanjikan tindak lanjut kegiatan dengan merealisasikan kegiatan demplot di areal persawahan Gapoktan Agung Tuk Sari Kelurahan Cacaban dan Gapoktan Sri Rejeki Kelurahan Magelang. Waktu pelaksanaan kegiatan direncanakan akhir September hingga awal Oktober 2019. Saat ini lahan di kedua lokasi masih dalam tahap persiapan. Kedua lokasi demplot diharapkan dapat menginisisasi tumbuhnya Kampung Mina Padi, Mina Cabai bahkan Mina Timun di Kota Magelang. (among_wibowo, red)