Viral, Sapuan Petani Tertua Binaan Disperpa Kota Magelang
MAGELANG – Di tengah derasnya arus informasi dan geliat era pertanian 4.0 dimana aktivitas pertanian mulai didorong untuk disesaki para kaum muda dan millenial, Kota Magelang ternyata masih menyisakan petani dari generasi baby boomer. Adalah Sapuan, yang viral sebagai petani tertua binaan Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa) Kota Magelang, dan tidak menutup kemungkinan menjadi petani tertua di Indonesia. Dengan usianya yang menginjak 99 tahun, Sapuan yang tinggal di RW I Kampung Tulung kelurahan Magelang itu saat ini masih setia dengan aktivitas pertanian, mulai mencangkul lahan, menanam hingga panen padi sawah. Mbah Sapuan, demikian beliau akrab dipanggil, tercatat sebagai anggota tertua kelompok tani Subur Makmur Gapoktan Sri Rejeki di Kampung Tulung kelurahan Magelang.
Sapuan berfoto bersama Penyuluhnya di sela-sela kegiatan SLPHT
Ditemui di sela-sela kegiatan Penutupan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) tahun 2019 beberapa hari lalu (21/11/2019), pria kelahiran tahun 1920 dengan 5 orang anak dan lebih dari 15 cucu dan cicit itu sudah mulai menggeluti dunia pertanian sejak tahun 1960. Mbah Sapuan rutin menanam padi sawah 3-4 kesok (sekitar 3000 meter persegi, red) dengan hasil rata-rata 1,2 ton – 1,6 ton Gabah Kering Panen setiap musimnya. Ia bersama kedua adiknya, Samadi (82 tahun) dan Sin Winarto (78 tahun) sama-sama tergabung dalam kelompok tani Subur Makmur Gapoktan Sri Rejeki. Mereka hingga saat ini masih setia menekuni profesi sebagai pejuang pangan, sebuah profesi mulia yang dewasa ini mulai ditinggalkan para millenial. Bahkan kedua adiknya, Samadi dan Sin Winarto, saat ini masih tercatat sebagai operator traktor di kelurahan Magelang.
Sapuan dalam salah satu kegiatan SLPHT
Sapuan (pakaian hitam bertopi) bersemangat mengikuti kegiatan SLPHT
Mbah Sapuan yang dikenal akrab dengan Penyuluhnya itu sambil tersenyum menceritakan resepnya awet sehat dan awet muda. Dia mengungkapkan bahwa dirinya hanya memegang dua prinsip, sabar dan nrimo atas apa yang terjadi sepanjang kehidupannya. Menurutnya kedua prinsip itu sangat membantunya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Khaliq dan berpasrah atas baik buruk kejadian yang dialaminya. “Kalau kita sabar dan nrimo ing pandum, mudah-mudahan bisa terhindar dari perasaan kemrungsung dan berbagai macam penyakit ringan dan berat. Saya yakin nanti Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik,”jelasnya.
Sapuan (kedua dari kiri, baju hitam polos bertopi) berpose dengan petani SLPHT lainnya
Mbah Sapuan mencontohkan sepanjang hampir 60 tahun menjalankan aktivitasnya sebagai petani, tidak setiap musim panen ia menerima kenyataan baik sebagaimana yang ia dan keluarganya harapkan. Terkadang, ia juga menerima kenyataan pahit bahwa panenan padi yang sudah di pelupuk mata itu musnah seketika akibat serangan tikus yang merajalela. “ Nggih kados pundi nggih, jaman dulu kalau sudah muncul serangan tikus, hampir dipastikan padi milik petani akan mengalami puso. Sudah tidak tertolong lagi. Namun alhamdulilah saat ini sudah jarang muncul serangan (tikus,red) karena para petani sudah sering melaporkan ke Penyuluh bila ada tanda-tanda serangan tikus,”paparnya.
Disinggung regenerasi petani, Mbah Sapuan berharap anak-anak muda untuk tidak ragu menekuni usaha pertanian. Ia meyakini nantinya para millenial akan dapat menggantikan peran generasinya lebih baik dan lebih maju. “Kulo kinten dados petani niku pahalane kathah, kehidupane berkah manfaat. Wontene teknologi sakmeniko, lare-lare enom saged ndadosaken usaha pertanian langkung sae lan maju,”tandasnya. (among_wibowo, red).