Pangsa Pasar Terus Meningkat, Kadisperpa Kota Magelang Minta Petani Kembangkan Beras Organik

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Berita

MAGELANG- Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa) Kota Magelang, Eri Widyo Saptoko hari kamis (7/11/2019) meminta petani padi di Kota Magelang untuk beralih mengembangkan budidaya padi secara organik. Pertimbangannya didasari semakin terbukanya pangsa pasar beras organik di Indonesia dengan tren yang semakin meningkat. Gaya hidup sehat dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi beras yang bebas bahan kimia diyakini sebagai faktor penentu meningkatnya demand terhadap beras organik di kalangan masyarakat. Hal ini disampaikannya menindaklanjuti kegiatan pelatihan Budidaya Padi Organik yang diikuti sekitar 25 petani Kota Magelang di Aula Disperpa beberapa waktu lalu.

 

Eri menegaskan Disperpa Kota Magelang terus mendorong petani melalui sejumlah pelatihan Budidaya Pertanian Organik untuk mensukseskan program Go Organik yang lebih ramah lingkungan. Menurutnya proses produksi padi organik yang low input dan pemasaran beras organik yang mampu menyasar segmen konsumen menengah ke atas, semakin menarik bagi petani. Belum lagi ditambah potensi margin yang besar karena supply and demand yang masih belum seimbang. Untuk proses produksi, lanjutnya, sudah ada SOP sehingga petani tinggal mengikuti saja. “Sementara untuk pemasaran beras organik, tidak hanya dilakukan di pasar tradisional dan modern saja tapi juga sudah merambah ke online market,”jelasnya.

Saat ini, Eri mengungkapkan sejumlah petani di kelurahan Cacaban, Magelang, Kedungsari dan Tidar Utara sudah mulai menerapkan budidaya padi secara organik. Terkait hal ini ia mengharapkan Bidang Pertanian dan KJF Penyuluh dapat bersinergi untuk mensupport petani-petani yang punya semangat mengembangkan pertanian organik. “Silakan bersinergi untuk mewujudkan sektor pertanian Kota Magelang yang lebih baik, petani yang lebih maju dan sejahtera,”tandasnya.

 

Terinformasi, Disperpa melalui Bidang Pertanian menggelar pelatihan Budidaya Padi Organik pada hari Selasa (5/11/2019) di aula Disperpa. Kegiatan diikuti 25 orang perwakilan petani se-Kota Magelang. Tampil sebagai narasumber, Wardani Astuti, Widyaiswara bapeltan Soropadan-Temanggung dan Ahmad Soleh, Ketua Gapoktan Gatos Sawangan Kabupaten Magelang.

Dalam kesempatan itu Tutik, demikian Wardani Astuti akrab dipanggil, memotivasi petani untuk bersemangat mengikuti perubahan dan perkembangan di sektor pertanian. Menurutnya sangat penting pula bagi petani untuk mengabaikan persepsi masyarakat yang ada di sekitarnya. “Yakin saja, insyaAllah kalau Bapak-Bapak yakin usaha padi organik panjenengan akan sukses seperti pak Soleh (Ahmad Sholeh, red),”imbuhnya.

Sementara itu Ahmad Soleh membeberkan kunci sukses Gapoktan Gatos Sawangan yang dinakhkodainya selama 7 tahun terakhir mengembangkan dan memasarkan beras organik ke ibukota negara Jakarta hingga ke Pulau Kalimantan. Gapoktan Gatos saat ini sudah mampu memenuhi permintaan pasar beras organik rata-rata 60-70 Ton per bulan (all varian). Menurut Soleh, kunci sukses itu terletak pada kemauan SDM petani untuk mengubah mindset. Jual beras organik tidak perlu mahal, katakanlah Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu per kg, tapi kejar volume secara berkesinambungan. Selanjutnya harus ada produk yang ditawarkan dan terjamin kuantitas, kualitas serta kontinyuitasnya. “Terpenting lagi untuk sukses perlu adanya relawan yang mau menjadi duta beras organik dan penjualannya satu pintu,”ungkapnya.

          Soleh yang mengajak petani Kota Magelang untuk bermitra mengembangkan beras organik di Magelang. Dia menambahkan, pasar organik sangat terbuka dan saat ini sudah ada pergeseran permintaan dan preferensi konsumen dari beras putih (IR 64, mentik wangi) ke beras merah. “Alhamdulillah saat ini untuk beras merah, petani merasa sangat diuntungkan karena harga relatif tinggi dan dari sisi produksi juga tinggi,”timpalnya Ayo budayakan konsumsi makanan organik untuk kesehatan tubuh kita (among_wibowo, red)

AKI Kota Magelang Masih Rendah, Walikota Minta Akses Bagi Produsen Olahan Ikan Ke Hotel-Hotel Dipermudah

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Berita

        MAGELANG - Pemerintah Kota Magelang terus menggalakkan kegiatan kampanye Gemar Makan Ikan (Gemarikan). Kegiatan yang  diinisiasi Dinas Peternakan dan Pangan (Disperpa) Kota Magelang dan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan) Kota Magelang itu dihelat Rabu (30/10/2019) di depan Mako Batalyon Armed 11/Kostrad Kota Magelang. Ratusan tamu undangan dari sejumlah OPD, Camat, Lurah, organisasi wanita, masyarakat dan siswa-siswa dari 14 SD di Kota Magelang hadir dalam kegiatan yang berlangsung meriah dan penuh antusiasme tersebut. Tidak hanya pentas seni, kampanye Gemarikan juga diisi dengan lomba aneka kreasi makanan olahan ikan yang pesertanya kaum ibu perwakilan kelurahan se-Kota Magelang.

 

 

 

        Walikota Magelang, Sigit Widyonindito dalam sambutannya meminta kepada Dinas terkait untuk mempermudah akses pengusaha kecil yang memproduksi makanan olahan ikan ke hotel-hotel di Kota Magelang. Sigit mengungkapkan pengalamannya setelah mencoba sejumlah makanan olahan ikan peserta lomba rasanya tidak kalah dengan makanan di hotel. Ia juga mendorong para orangtua untuk sering masak atau mengajak anak-anak mereka untuk makan ikan. Menurutnya ikan mengandung gizi yang baik untuk kecerdasan otak anak-anak. "Tidak hanya anak-anak, seluruh masyarakat Kota Magelang kita dukung untuk gemar makan ikan," ucapnya.

 

 

 

          Sementara itu Ketua Forikan Kota Magelang, Yetty Biakti Sigit Widyonindito menambahkan budaya makan ikan harus terus digalakkan, sebab ikan merupakan sumber makanan yang kaya nutrisi sehingga baik dikonsumsi. Yetty yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Kota Magelang itu mengungkapkan harga ikan jauh lebih murah dibanding dengan daging ayam. "Daging ayam banyak obat-obatan, sedangan ikan kaya nutrisi, bisa dikreasikan menjadi camilan juga. Jadi gemarikan harus terus digalakkan agar masyarakat biasa makan ikan,"jelasnya.

 

          

       Kepala Disperpa, Eri Widyo Saptoko menegaskan kegiatan kampanye Gemarikan menjadi agenda rutin tahunan antara lain karena Angka Konsumsi Ikan (AKI) di wilayah Kota Magelang saat ini masih kategori rendah, yaitu sekitar 23,3 Kg/kapita/tahun. Angka ini masih jauh dari AKI nasional yang disyaratkan untuk kesehatan, yakni 30 kilogram/kapita/tahun. "Kampanye Gemarikan bertujuan untuk menumbuhkan gemar makan ikan sejak usia dini guna mewujudkan generasi yang cerdas dan kuat. Gemarikan kali ini juga merupakan rangkaian peringatan Hari Ikan Nasional ke-6 tahun 2019," jelasnya.

        Sekitar 300 siswa SD dari 14 SD di Kota Magelang yang hadir sangat antusias mengikuti kampanye gerakan makan ikan (Gemarikan) yang diinisiasi oleh Dinas Peternakan dan Pangan (Disperpa) dan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan) Kota Magelang itu. Mereka melengkapi kemeriahan kegiatan dengan unjuk kebolehan dalam menari, taekwondo dan senam di hadapan para tamu undangan.

        Sementara itu, dari Lomba Olahan Pangan Kudapan Berbahan Dasar Ikan antara Kelurahan se Kota Magelang yang digelar di sela-sela kegiatan Kampanye Gemarikan Tingkat Kota Magelang itu tampil sebagai pemenang berturut-turut yaitu Kelurahan Magelang (Juara 1) dengan nilai 738, Kelurahan Potrobangsan (Juara 2) dengan nila 668 dan Kelurahan Kramat Utara (Juara 3) dengan nilai 649. Walikota Magelang menyerahkan langsung trophy dan hadiah pembinaan kepada para pemenang lomba. (among_wibowo, red)

Pamerkan Produk Unggulan Kota Magelang di HPS Ke-39, Kadisperpa Dorong Upaya Diverisifikasi Pangan

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Berita

MAGELANG – Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa) Kota Magelang terus berupaya mempromosikan sejumlah produk unggulan Kota Magelang terutama yang berbasis olahan hasil pertanian non beras. Tak terkecuali dalam kegiatan pameran memperingati World Food Day (Hari Pangan Sedunia/HPS) Indonesia tingkat Provinsi Jawa Tengah yang dihelat 25-27 Oktober 2019 di Kampus IAIN Salatiga. Sejumlah produk olahan khas Kota Magelang yang dipamerkan seperti brownies tepung mocaf, getuk, paru daun singkong, varian keripik sayur, olahan Aloevera dan minyak kelapa mendapatkan apresiasi dari ratusan pengunjung yang hadir di stand Disperpa Kota Magelang.

 

Kepala Disperpa, Eri Widyo Saptoko didampingi Kabid Ketahanan Pangan, C. Dwi Ratri di sela-sela kegiatan HPS tingkat Provinsi Jawa Tengah menegaskan melalui momentum peringatan HPS ke-39 yang tepatnya jatuh pada 16 Oktober 2019 lalu, pihaknya terus mendorong dan mengkampanyekan upaya-upaya diverisifikasi pangan oleh para stake holder. Ke depan, lanjutnya, untuk mewujudkan ketahanan pangan kita tidak bisa lagi hanya bergantung pada pangan yang berbahan baku beras. “Perlu upaya-upaya cerdas untuk melakukan penganekaragaman pangan sumber karbohidrat berbahan baku non beras. Misalnya ketela pohon, ketela rambat dan varian umbi. Yang terpenting perlu terus dilakukan riset dan diarahkan komoditi apa bisa dikonsumsi dengan cara pengolahan yang seperti apa. Untuk ini diperlukan inovasi-inovasi agar cocok dengan lidah kita," jelasnya.

Pihaknya menyatakan dengan banyaknya variasi bahan pangan, identifikasi perlu ditata dan dicatat secara baik mulai jumlah penduduk Kota Magelang dan jenis makanan yang dapat didiversifikasi. Selebihnya kata Eri, perlu didorong bersama upaya evaluasi inovasi pengolahan apakah menggunakan cara tradisional atau modern sehingga hasilnya membuat lebih enak dan cocok dengan lidah masyarakat. "Dengan begitu saya meyakini ketahanan pangan kita akan baik karena olahan yang ada akrab dengan lidah kita,”tandasnya.

Eri mengingatkan momentum HPS ke-39 juga harus dapat memastikan keamanan pangan dan pola pangan sehat tersedia untuk semua orang. Seperti diketahui Tema Global Hari Pangan Sedunia tahun ini adalah "Tindakan kita adalah masa depan kita. Pola Pangan sehat, untuk #Zerohunger 2030" harus bisa disikapi setiap lini yang terkait pangan. Terkait hal tersebut Eri mengungkapkan saat ini muncul fenomena masyarakat telah mulai beralih dari pangan musiman, terutama produk nabati yang kaya serat, pada makanan yang kaya akan pati, gula, lemak, garam, makanan olahan, daging, dan produk hewani lainnya. Waktu yang dihabiskan untuk menyiapkan makanan di rumah semakin sempit. “Konsumen, terutama di daerah perkotaan seperti Kota Magelang, semakin bergantung pada supermarket, gerai makanan cepat saji, makanan kaki lima dan makanan pesan antar,”katanya.

Dia mengingatkan akibat dari kombinasi dari pola pangan yang tidak sehat serta gaya hidup masyarakat yang kurang aktif telah menjadi faktor risiko pembunuh nomor satu di dunia. Kebiasaan ini telah membuat angka obesitas melonjak, tidak hanya di negara maju, tetapi juga di negara-negara berpendapatan rendah, di mana kekurangan dan kelebihan gizi sering terjadi bersamaan. “Kota Magelang harus waspada agar fenomena itu tak terus berkembang, perlu langkah strategis bersama untuk membangun kesadaran masyarakat terkait Pola Pangan Harapan yang ideal,”timpalnya.

Salah satu solusinya adalah Pola Pangan Sehat, yaitu pola pangan yang memenuhi kebutuhan gizi individu dengan menyediakan makanan yang cukup, aman, bergizi, dan beragam untuk menjalani kehidupan yang aktif dan mengurangi risiko penyakit. Ini termasuk, antara lain, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, dan makanan yang rendah lemak (terutama lemak jenuh), gula dan garam. Makanan bergizi yang merupakan pola pangan sehat hampir tidak tersedia atau terjangkau bagi banyak orang. “Kerangka jangka panjangnya adalah untuk meningkatkan penyediaan sumber pangan keluarga yang Beragam, Seimbang dan Aman (B2SA),” imbuhnya.

 

Terinformasi Hari Pangan Sedunia dirayakan setiap tahun, tepat pada hari lahir FAO. Peringatan ini diadakan pada lebih dari 150 negara yang menyatukan pemerintah, sektor bisnis, LSM, media, komunitas dan menyerukan aksi untuk mencapai SDG2 - Zero Hunger. Kepala Perwakilan FAO Indonesia, Stephen Rudgard mengungkapkan bahwa untuk mencapai “Tanpa Kelaparan” (Zero Hunger) tidak hanya tentang mengatasi kelaparan, tetapi juga memelihara kesehatan manusia dan bumi. Tahun ini, HPS menyerukan tindakan lintas sektor untuk membuat pola pangan yang sehat dan berkelanjutan dapat diakses dan terjangkau bagi semua orang. “Kita mengajak semua orang untuk mulai berpikir tentang apa yang kita makan, ”kata Rudgard.

          Berdasarkan data FAO, saat ini di seluruh dunia lebih dari 670 juta orang dewasa dan 120 juta anak perempuan dan laki-laki (5–19 tahun) mengalami obesitas, dan lebih dari 40 juta anak balita kelebihan berat badan, sementara lebih dari 800 juta orang menderita kelaparan. Hari Pangan Sedunia 2019 menyerukan aksi untuk membuat pola pangan sehat dan berkelanjutan dapat diakses dan terjangkau bagi semua orang. Untuk ini, kemitraan adalah hal mendasar. Petani, pemerintah, peneliti, sektor swasta dan konsumen, semua memiliki peran untuk dimainkan,”jelas Rudgard. (among_wibowo, red)

Menilik SLPHT Minggu Ke-11: Perkuat Kemandirian Poktan, Disperpa Pendampingan Petani Praktek Pembuatan PGPR dan Bakteri Merah

Ditulis oleh pertanian on . Posted in Berita

MAGELANG–Memasuki minggu kesebelas pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Hama Terpadu (SLPHT), Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa) Kota Magelang hari rabu (23/10/2019) menggelar pengamatan intensif terhadap hama utama padi sawah sekaligus praktek pembuatan PGPR (Plant Growth Promoting Regulator) dan Bakteri Merah. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya pencegahan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara dini. Selain itu pembuatan PGPR dan Bakteri Merah diharapkan dapat memperkuat kemandirian kelompok tani (poktan) dalam kegiatan usaha taninya. Kegiatan diikuti 25 orang petani di Kelurahan Magelang, POPT dan Penyuluh Pertanian.

Kepala Disperpa, Eri Widyo Saptoko mengungkapkan kemandirian poktan sangat penting agar petani mempunyai daya saing dan semakin kompetitif menghadapi era pertanian 4.0. Menurut Eri, petani yang sudah dapat memproduksi sebagian kebutuhan saprodinya sendiri, semisal PGPR, bakteri merah dan saprodi lainnya akan lebih efisien dalam menjalankan usahatani. “Petani yang efisien akan dapat memproduksi dan memasarkan hasil pertaniannya dengan harga yang lebih baik,”katanya.

Eri mengungkapkan pemanfaatan PGPR dan Bakteri Merah akan mengarahkan petani menuju pertanian organik yang lebih ramah lingkungan. Ke depan, lanjutnya, petani tidak hanya diharapkan untuk mencapai target produksi saja namun juga target kualitas seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pangan yang sehat dan aman. “Mudah-mudahan petani kita di Kota Magelang dapat menangkap peluang bisnis produk organik atau setidaknya produk ramah lingkungan karena harga jualnya yang lebih menguntungkan bagi petani,”imbuhnya.

Sementara itu, Ahmad Sholikhun, Kasi Tanaman Pangan dan Hortikultura bersama Made Redana, POPT sekaligus fasilitator kegiatan dalam kesempatan ini mendampingi praktek pembuatan PGPR dan Bakteri Merah oleh petani peserta SLPHT. PGPR, lanjutnya, sangat penting karena memiliki 3 fungsi sekaligus. Pertama sebagai bioprotectan yang akan melindungi tanaman dari serangan OPT selama fase yang dialaminya (sebagai imunisasi). Kedua sebagai biofertilizer, PGPR juga dapat berperan sebagai pupuk organik bagi tanaman petani. Ketiga sebagai biofitohormon, PGPR mempunyai peran krusial sebagai zat pengatur tumbuh yang membantu reaksi ezimatis dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sedangkan Bakteri Merah sangat penting dalam membantu keserempakan proses pemasakan calon hasil produksi pangan seperti malai gabah, buah-buahan dan hasil lainnya. “Kami berharap PGPR dan Bakteri Merah yang sudah dapat dibuat sendiri ini dapat mendukung peningkatan produksi padi petani di Kampung Tulung,”timpalnya.

Terpisah, Among Wibowo, Penyuluh Pertanian Madya mengungkapkan secara umum pertanaman padi SLPHT masih on the track, namun perlu mewaspadai serangan walang sangit. Dia menghimbau anggota poktan untuk segera melakukan langkah pengendalian walang sangit dengan memanfaatkan PGPR dan pestisida nabati yang sudah dibuat minggu lalu. “Segera, untuk bisa dilakukan pengendalian terhadap walang sangit dengan PGPR dan pestisida nabati yang ada,”tegasnya.

         Among juga mengamini statement Kadisperpa tentang perlunya peningkatan daya saing petani di Kota Magelang. Menurutnya ditengah semakin menyempitnya lahan pertanian di Kota Magelang, petani perlu terus didorong untuk melek teknologi sembari meningkatkan kemampuannya untuk menghasilkan produk-produk organik atau setidaknya yang ramah lingkungan. Ke depan, lanjutnya, era pertanian kita sudah mengarah pada isu sumber pangan organik atau ramah lingkungan dengan pemanfaatan teknologi pertanian 4.0. “Saat ini bisa kita lihat wujudnya dalam teknologi mekanisasi pertanian seperti traktor autonomous, drone untuk kegiatan tanam dan pemupukan padi serta sejumlah teknologi lainnya,”tandasnya. (amw,red)