• Magelang Kota Sejuta Bunga
    Berangkat dari sebutan "Sebagai Tuin Van Java" (Kota Kebun atau Tamannya Pulau Jawa), Magelang dijuluki sebagai Kota Sejuta Bunga. Ibarat bunga, Kota Magelang ...
    Read more
  • Ayo Ke Magelang
    Ayo Ke Magelang

    Never Ending Eating-eating & Walking-walking ...

  • Taman Wisata Candi Borobudur
    Taman Wisata Candi Borobudur

    Mari berkunjung ke Taman Wisata Candi Borobudur, objek wisata favorit di Indonesia...

  • Magelang (1)
    Magelang (1)
  • Magelang (2)
    Magelang (2)
  • Magelang (3)
    Magelang (3)
  • Magelang (4)
    Magelang (4)
  • Magelang (5)
    Magelang (5)
  • Magelang (6)
    Magelang (6)
  • Magelang (7)
    Magelang (7)
  • Magelang (8)
    Magelang (8)
  • Magelang (9)
    Magelang (9)
  • Magelang (10)
    Magelang (10)
  • Magelang (11)
    Magelang (11)
  • Magelang (12)
    Magelang (12)
  • Magelang (13)
    Magelang (13)

Teknik Budidaya Padi Sawah Bebas Residu

on .

Oleh :

Among Wibowo, SP, MMA

Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang

 

Era pestisida memang menyerang dunia pertanian sejak pupuk buatan pertama kali ditemukan sekitar abad ke-19. Dengan penggunaan pupuk buatan itu, keuntungan lebih murah, lebih kuat, dan lebih gampang didistribusikan.

Metoda itu memiliki dampak jangka panjang yang merugikan, mulai turunnya nilai kesuburan tanah hingga permasalahan zat-zat kimia berbahaya. Pestisida kimia juga dapat menjadi residu pada produk yang dihasilkan.   Untuk menekan dampak merugikan tersebut perlu digalakkan budidaya tanaman yang mengurangi penggunaan pestisida kimia, melalui pengembangan budidaya padi bebas residu untuk menghasilkan gabah/beras yang berkualitas.

Untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan berkualitas maka harus tersedia pangan secara cukup dan bermutu.   Beras yang dikonsumsi harus beras sehat bebas residu  bahan kimia,  khususnya  residu  pestisida  yang  dapat membahayakan kesehatan manusia.

Pestisida kimia perlu diganti dengan teknologi pengendalian alternatif, yang lebih banyak memanfaatkan bahan dan metode hayati, termasuk musuh alami, pestisida hayati dan feromon. Dengan cara ini, dampak negatif penggunaan pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan dapat dikurangi.

Beberapa dampak negatif dari sistem pertanian konvensional adalah pencemaran air tanah dan air permukaan;  membahayakan kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan;  pengaruh negatif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan kesehatan makanan; penurunan keanekaragaman hayati;  perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu, dan jasad berguna lainnya; meningkatnya daya ketahanan organisme pengganggu terhadap pestisida; merosotnya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik; ketergantungan yang makin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbaharui (non-renewable natural resources); resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.

Budidaya padi bebas residu atau pertanian organik pada dasarnya tidak berbeda dengan budidaya padi secara konvensional. Pertanian organik biasanya diawali dengan pemilihan benih tanaman non-hibrida yang dimaksudkan untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Tanaman non-hibrida sendiri secara teknis memang memungkinkan untuk ditanam tanpa menggunakan bahan kimia atau dapat tumbuh dan berproduksi pada kondisi alami. Sementara tanaman hibrida biasanya dikondisikan seperti harus menggunakan pupuk kimia atau pemberantasan hanya dengan pestisida kimia. Perbedaan lainnya  antara tanaman padi non-hibrida dan tanaman padi hibrida adalah pada penggunaan pupuk dasar.

Pertanian organik  sebagai  sistem budidaya pertanian yang memanfaatkan bahan- bahan  alami tanpa  menggunakan  bahan  kimia sintetis.  Pertanian  organik berkembang  karena adanya kesadaran masyarakat terkait sistem pertanian berbasis high input energy seperti pupuk dan pestisida kimia sintetis yang dapat  merusak lingkungan dan tidak baik bagi kesehatan manusia.

Keberlanjutan pertanian organik, tidak dapat dipisahkan dari dimensi ekonomi, selain dimensi lingkungan dan  dimensi sosial. Aspek  ekonomi dikatakan berkelanjutan apabila produksi pertaniannya mampu mencukupi kebutuhan dan memberikan pendapatan yang cukup bagi petani. Pertanian organik juga menjadi salah satu tujuan  pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals) yaitu untuk  mengentaskan kemiskinan, meningkatkan   ketahanan   pangan dan nutrisi serta mendorong berkembangnya pertanian berkelanjutan.

Pada tahun 2019, pemerintah menggalakkan budidaya padi bebas organik dengan menyalurkan bantuan sarana produksi pertanian berupa benih padi Inbrida; pupuk organik sebagai pembedah tanah; pestisida hayati; pupuk hayati dan pupuk anorganik yang ditujukan untuk  meningkatkan  produksi,  produktivitas,  mutu hasil serta meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani pada lahan seluas 60.000 hektar.

Sistem pertanian organik ini berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian maupun lingkungan maka pendampingan sangat penting karena proses menjadikan Indonesia penghasil padi organik (bebas residu) tidak selesai hanya sampai pada penanaman melaikan hingga pemasarannya.  

Untuk itu, pendampingan oleh para penyuluh perlu terus dilakukan agar cara bercocok tanam yang sesuai dengan kaidah pertanian organik dapat diwujudkan dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk organik (bebas residu) semakin meningkat sehingga peluang pasar untuk beras organik (bebas residu) semakin terbuka.

 

Pustaka

Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Serealia 2019, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.

litbang.pertanian.go.id

Memaknai Kostratani Sebagai Pusat Pengembangan Jejaring Agribisnis Petani

on .

Oleh :

Among Wibowo, SP, MMA

Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang

 

Komando Strategis Pembangunan Pertanian (Kostratan) sebagai gerakan satu komando dari pusat sampai dengan kecamatan dalam pengumpulan dan pengolahan data serta penyajian informasi pertanian melibatkan eselon 1 lingkup kementerian pertanian dan kementerian/lembaga lainnya.

Kostratan terdiri atas Komando strategis pembangunan pertanian nasional (Kostratanas) yang berkedudukan di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Komando strategis pembangunan pertanian wilayah (Kostrawil) berkedudukan di provinsi, Komando strategis pembangunan pertanian daerah (Kostrada) berkedudukan di kabupaten, dan Komando strategis pembangunan pertanian (Kostratani) yang berkedudukan di kecamatan. Kostratani merupakan pusat kegiatan pembangunan pertanian di kecamatan yang merupakan optimalisasi tugas, fungsi dan peran Balai Penyuluh Pertanian (BPP) dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional.

Selain sebagai pusat pembangunan, Kostratani juga berperan sebagai pusat pengembangan kemitraan usaha antara Pelaku Utama dan Pelaku Usaha secara regular yang diwujudkan pada pelaksanaan kegiatan di BPP seperti kegiatan percontohan berbasis korporasi dengan melibatkan unit kerja sektor di lingkup dinas yang menangani pertanian, sumber permodalan (bank, asuransi), Badan Urusan Logistik (Bulog), dinas koperasi, dinas perdagangan dan industri, eksportir, dinas perizinan dan instansi lainnya.

Sebagai pusat pengembangan jejaring kemitraan, Korstratani memiliki peran diantaranya:

  1. Pengembangan Kelembagaan Petani menjadi Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP)

Dalam pengembangan kelembagaan petani menjadi KEP, perlu melakukan kegiatan-kegiatan diantaranya:

  1. Mengidentifikasi kelembagaan petani yang ada di wilayah kerja Kostratani yang teregistrasi di SIMLUHTAN;
  2. Memetakan kondisi nyata kelembagaan petani di wilayah kerja Kostratani, meliputi tingkat kemampuan manajemen, permodalan, skala usaha, dan kemitraan yang dilakukan;
  3. Membina kelembagaan petani menjadi KEP dengan cara:
  1. Memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan poktan, gapoktan, menjadi KEP;
  2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan manajerial, kepemimpinan, kewirausahaan dari kelembagaan petani menjadi KEP;
  3. Mengusulkan kelembagaan petani menjadi KEP yang layak untuk memperoleh fasilitasi dari lembaga/instansi di pusat/provinsi/ kabupaten/kota serta pemangku kepentingan lainnya sesuai kemampuan dan jenis usaha yang dikembangkan;
  1. Pola Kemitraan

Kostratani harus menjadi fasIlitator dalam mengidentifikasi pola kemitraan yang harus dibangun oleh pelaku utama dan pelaku usaha yang saling menguntungkan. Kemitraan tersebut dalam rangka mempermudah akses dari berbagai sektor yang akan mendukung pemberdayaan dan peningkatan nilai tambah bagi pelaku utama dan pelaku usaha di wilayah kerja Kostratani.  Ada lima jenis kemitraan dalam yang dapat dlaksanakan yaitu :

  1. Kemitraan pola legalitas, dibangun oleh pemerintah daerah melalui dinas-dinas yang terkait. Kemitraan ini diperlukan terutama bila areal kawasan yang akan dikembangkan adalah milik pemerintah yang memerlukan perijinan khusus untuk pengembangannya.
  2. Kemitraan pola magang, adalah kerjasama dengan perusahaan besar yang terdekat, yang terkait erat dengan sektor kawasan yang akan dikembangkan.
  3. Kemitraan pola saprodi, kemitraan ini dijalin dengan perusahaan pemasok alsintan dan sarana produksi untuk lebih meningkatkan produktivitas dan kualitas produknya. Kemitraan ini dilakukan untuk pengembangan kawasan yang memerlukan peralatan dan biaya produksi yang tinggi.
  4. Kemitraan pola finansial, kemitraan ini biasanya dijalin dengan perusahaan atau lembaga keuangan pemerintah atau swasta untuk mendapat bantuan pembiayaan dan permodalan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengembangkan potensi ekonomi di daerahnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat perolehan bantuan dana, baik dalam bentuk pinjaman maupun kerjasama bagi hasil sesuai kesepakatan.
  5. Kemitraan pola pemasaran, yaitu kemitraan yang dijalin dengan perusahaan distribusi, perusahaan perdagangan, atau mitra dari luar negeri untuk pemasaran produknya. Kemitraan ini dilakukan untuk mempercepat jalur distribusi dan meningkatkan perolehan harga yang lebih baik bagi petani.

Komoditas yang dimitrakan meliputi sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Komoditas yang dimitrakan tersebut dapat dalam bentuk segar maupun olahan yang dapat memberikan keuntungan bagi pelaku utama dan pelaku usaha di wilayah kerja Kostratani. Apabila terdapat di jenis-jenis komoditas di luar komoditas tersebut, maka peran pemerintah daerah diharapkan lebih dominan untuk mendukung kemitraan.

 

Pustaka:

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2019, Tentang Komando Strategis Pembangunan Pertanian, Jakarta.

Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 2020, Petunjuk Pelaksanaan Komando Strategis Pembangunan Pertanian Di Kecamatan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2020, Petunjuk Teknis Bantuan Pemerintah Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Hasil Tanaman Pangan Tahun 2020, Jakarta.

Pemberdayaan Kelompok Tani, Bagian Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Tani

on .

Oleh :

Among Wibowo, SP, MMA

Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang

 

Proses pemberdayaan masyarakat merupakan siklus atau proses yang melibatkan peranan masyarakat untuk bekerjasama dalam kelompok formal maupun non formal untuk mengkaji masalah, merencanakan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi pada program yang direncanakan bersama.

Beberapa upaya pemberdayaan dapat dialakukan melalui tiga arah, yaitu :

  1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk dapat berkembang (enabling). Hal ini berarti, menyadarkan setiap individu maupun masyarakat bahwa meraka memiliki potensi, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki daya. Sehingga ketika dalam pelaksanaan pemberdayaan, diupayakan untuk mendorong dan membangkitkan motivasi masyarakat akan pentingnya mengembangkan potensi-potensi yang telah ada dan dimiliki oleh masyarakat.
  2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Hal ini berarti bahwa langkah pemberdayaan dapat diupayakan melalui kegiatan/aksi nyata seperti pendidikan, pelatihan, peningkatan kesehatan, pemberian modal, lapangan pekerjaan, adanya informasi, pasar, dan infrastruktur lainnya, serta membuka akses pada berbagai peluang lainnya yang mampu masyarakat lebih berdaya. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, melainkan juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban.
  3. Melindungi masyarakat (protection). Artinya dalam pemberdayaan masyarakat, perlu adanya upaya langkah-langkah yang dapat mencegah persaingan yang tidak seimbang maupun praktik ekploitasi oleh kaum/pihak yang kuat terhadap kaum/pihak yang lemah, melalui keberpihakan atau adanya aturan atau kesepakatan yang jelas untuk melindungi pihak yang lemah.

Pemberdayaan pada Masyarakat Tani

Menurut pemberdayaan pada masyarakat tani meliputi :

  1. Pemberdayaan petani, yaitu merubah perilaku petani dari petani yang subsisten tradisional menjadi petani modern yang berwawasan agribisnis.
  2. Pemberdayaan kelembagaan petani dengan menumbuh kembangkan kelembagaan petani dari kelompok tani menjadi gabungan kelompok tani (Gapoktan), asosiasi, koperasi dan korporasi (badan usaha milik petani), serta
  3. Pemberdayaan usaha tani dengan penumbuhkembangan jiwa wirausaha dan kerjasama antar petani dengan pihak terkait lainnya untuk mengembangkan usahataninya.

Salah satu permasalahan petani ialah lemahnya posisi tawar (bargaining power) petani terhadap pedagang/tengkulak/pemborong. Upaya yang dapat dilakakukan untuk meningkatkan posisi tawar yaitu melalui konsolidasi petani dalam satu wadah untuk menyatukan gerak ekonomi dari pra produksi hingga pemasaran. Hal ini dapat dilakukan dengan kolektifikasi semua proses dalam rantai pertanian meliputi koletivitas modal, kolektivitas produksi hingga pemasaran.sebagai berikut :

  1. Kolektifikasi modal yaitu upaya membangun modal secara kolektif dan swadaya. Misalnya adanya simpan pinjam produktif yang wajib bagi anggota untuk menabung dan meminjamkan sebagai modal produksi bukan untuk konsumtif.
  2. Kolektifikasi produksi yaitu suatu perencanan produksi secara kolektif untuk menentukan pola, jenis, kuantitas serta siklus produki secara kolektif. Kolektivitas produksi perlu untuk mencapai efisiensi produksi dengan skala produksi besar dari banyak produsen. Sehingga dapat dilakukan penghematan biaya faktor produksi dan kemudahan dalam pengelolaan produksi seperti daam penanganan hama.
  3. Kolektifikasi pemasaran yaitu upaya mendistribusikan komoditas pertanian secara kolektif dimana bertujuan untuk mencapai efisiensi biaya pemasaran dengan skala kuantitas yang besar dan menaikkan prosisi tawar produsen dalam penjualan komoditasnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dominasi tengkulak yang menekan posisi tawar petani dalam penentuan harga secara individual, merubah pola relasi yang merugikan petani produsen, serta membuat pola distribusi yang lebih efisien dengan pemangkasan rantai pemasaran yang kurang menguntungkan.

Kelembagaan Kelompok Tani dan Hubungannya dengan Usahatani

Eksistensi adalah suatu keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur untuk bertahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Andriani, 2013:255).

Menurut Peraturan Kementerian Pertanian no 82 Tahun 2013 kelompok tani merupakan,kumpulan petani/peternak/ pekebun yang dibentuk atas dasar kepentingan yang sama, kesamaanmkondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan sumberdaya; kesamaan komoditas; dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Hermanto, Swastika, (2011:372) mengungkapkan bahwa :

“Pentingnya pemberdayaan kelompok tani sangat beralasan karena keberadaan kelompok tani akhir-akhir ini, terutama sejak era otonomi daerah, kecenderungan perhatian pemerintah terhadap kelembagaan kelompok tani sangat kurang, bahkan terkesan diabaikan sehingga kelompok tani yang sebenarnya merupakan aset sangat berharga dalam mendukung pembangunan pertanian belum berfungsi secara optimal”.

Usahatani merupakan kegiatan dalam bidang pertanian, mulai dari produksi, budidaya,penanganan setelah panen, pengolahan komoditas, sarana prasarana produksi, pemasaran hasil pertanian, dan/atau jasa penunjang (Peraturan Kementerian Pertanian no 82 Tahun 2013).