• Magelang Kota Sejuta Bunga
    Berangkat dari sebutan "Sebagai Tuin Van Java" (Kota Kebun atau Tamannya Pulau Jawa), Magelang dijuluki sebagai Kota Sejuta Bunga. Ibarat bunga, Kota Magelang ...
    Read more
  • Ayo Ke Magelang
    Ayo Ke Magelang

    Never Ending Eating-eating & Walking-walking ...

  • Taman Wisata Candi Borobudur
    Taman Wisata Candi Borobudur

    Mari berkunjung ke Taman Wisata Candi Borobudur, objek wisata favorit di Indonesia...

  • Magelang (1)
    Magelang (1)
  • Magelang (2)
    Magelang (2)
  • Magelang (3)
    Magelang (3)
  • Magelang (4)
    Magelang (4)
  • Magelang (5)
    Magelang (5)
  • Magelang (6)
    Magelang (6)
  • Magelang (7)
    Magelang (7)
  • Magelang (8)
    Magelang (8)
  • Magelang (9)
    Magelang (9)
  • Magelang (10)
    Magelang (10)
  • Magelang (11)
    Magelang (11)
  • Magelang (12)
    Magelang (12)
  • Magelang (13)
    Magelang (13)

PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN (PSAT)

on .

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terwujudnya penyelenggaraan keamanan pangan disetiap rantai pangan secara terpadu.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang pangan mengamanatkan kepada pemerintah untuk memberi perlindungan kepada konsumen dan produsen akan pangan yang sehat, aman dan halal. Hal tersebut diperkuat dengan penjabaran UU yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) tentang keamanan pangan serta label dan iklan pangan, demikian juga PP tentang mutu dan gizi pangan serta ketahanan pangan dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 53/Permentan/KR.040/12/2018 tentang Keamanan dan Mutu Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT).

Perlindungan kepada konsumen diwujudkan dengan beberapa langkah konkret diantaranya melalui pengawasan keamanan dan mutu PSAT. Pengawasan keamanan dan mutu PSAT dilaksanakan untuk menjamin konsistensi penerapan sistem keamanan PSAT oleh pelaku usaha. Keamanan PSAT terpenuhi apabila PSAT tersebut tidak mengandung cemaran biologis, kimia dan benda lainnya yang melebihi batas serta tidak menggunakan bahan penolong yang dilarang penggunaannya. Adapun PSAT bermutu dipenuhi melalui penerapan sistem jaminan mutu PSAT dengan memperlihatkan analisis resiko dan manfaat. Keamanan dan mutu PSAT tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan akan tetapi juga menentukan nilai ekonomi dari bahan pangan itu sendiri. Pengawasan keamanan dan mutu PSAT dilakukan melalui inspeksi, surveilen dan pemeriksaan di peredaran.

Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) adalah pangan asal tumbuhan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pangan olahan yang mengalami pengolahan minimal meliputi pencucian, pengupasan, pendinginan, pembekuan, pemotongan, pengeringan, penggaraman, pencampuran, penggilingan, pencelupan (blanching), dan/atau proses lain tanpa penambahan bahan tambahan pangan kecuali pelapisan dengan bahan penolong lain yang diijinkan untuk memperpanjang masa simpan.

Keamanan Pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.

Pelaku usaha yang menyelenggarakan kegiatan produksi, pengangkutan, penyimpanan, peredaran PSAT wajib memenuhi persyaratan keamanan PSAT. Dimana komoditas yang diusahakan tidak menggunakan bahan penolong yang dilarang penggunaanya serta tidak mengandung cemaran biologis, kimia dan benda lain yang melebihi ambang batas. Hal ini dapat diperoleh melalui penerapan persyaratan dasar dan/atau sistem jaminan keamanan pangan (Good Agricultural Practices/GAP, Good Handling Practices/GHP, Good distribution Practices/GDP, Good Ritel Practices/GRP).

Lingkup pengawasan keamanan dan mutu PSAT meliputi :

               1. Pengawasan Sebelum Beredar (Pre-Market)

  Pre-Market merupakan pengawasan pendahuluan yang dilakukan sebelum suatu produk beredar di masyarakat, antara lain :

- Pengawasan produk hasil pertanian (segar dan olahan primer) melalui skema :

  1. Sertifikasi (Prima, GAP, GHP, GMP, dll);

  2. Pendaftaran/Registrasi Produk (Produk Dalam Negeri/PD dan Produk Luar Negeri/PL);

  3. Pendaftaran Rumah Kemas;

  4. Health Certificate (HC)

- Pengawasan konsistensi pemenuhan persyaratan regristrasi, sertifikasi melalui surveilen

2. Pengawasan Setelah Beredar (Post-Market)

Post-Market merupakan bentuk pengawasan yang dilakukan setelah suatu produk beredar di masyarakat.
Pengawasan ini dilakukan dengan melakukan inspeksi ke pasar, supermarket maupun toko retail lainnya.
Bentuk pengawasannya antara lain :

- Pengawasan pangan segar di peredaran/pengawasan reguler, dilakukan untuk mengawasi aspek keamanan pangan (residu pestisida, logam berat dan mikroba termasuk penggunaan nomor regristrasi, logo sertifikasi) produk pangan hasil pertanian yang beredar di pasar;

- Pengawasan  case  by  case/emergency,  dilakukan  untuk  merespon  apabila  ada  issue keamanan
  pangan di masyarakat/publik (Sumber : Bintek Pengawas Keamanan Pangan Segar)

Pengawasan pre market dilakukan dalam bentuk inspeksi pemenuhan persyaratan keamanan pangan dalam rangka pemberian nomor sertifikat dan nomor pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) dan Rumah Kemas.

Sedangkan Pengawasan post market dapat dilakukan secara insidentil maupun secara rutin. Pengawasan keamanan pangan secara insidentil akan dilakukan, apabila ada informasi kasus keamanan pangan yang perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam bentuk inspeksi ke tempat kejadian, penelusuran terhadap asal produk, pengambilan contoh dan pengujian keamanan pangan. Sedangkan pengawasan keamanan pangan segar secara rutin, dilakukan secara terencana setiap tahunnya, dalam rangka monitoring keamanan pangan segar.

Ditulis oleh : Farikha Dewi, SP (Pengawas Mutu Hasi Pertanian Ahli Pertama)

Strategi Menurunkan Kadar Gas Rumah Kaca (GRK) Sebagai Dampak Kegiatan Pertanian

on .

Oleh :

Among Wibowo, SP, MMA

Penyuluh Pertanian Madya Pada DIsperpa Kota Magelang

 

Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai penghasil emisi Gas Rumah Kaca (GRK) diantaranya berasal dari kegiatan penggundulan hutan, degradasi lahan gambut, dan kebakaran hutan. Emisi GRK dari penggundulan hutan dan kebakaran hutan adalah paling besar jika dibanding dengan sektor non kehutanan. Emisi GRK dari sektor kehutanan, khususnya penggundulan hutan, menyumbang 83% dari emisi tahunan GRK Indonesia. Emisi GRK dari kegiatan pertanian sangat kecil dan kurang signifikan secara global. Emisi GRK dari kegiatan pertanian sebagian besar (70%) berasal dari produksi padi, terutama gas methana (CH4) dan nitrogen dioksida (N2O). Emisi GRK akan berdampak terhadap peningkatan suhu global yang selanjutnya berdampak buruk bagi sektor pertanian. Untuk menurunkan GRK telah dilakukan berbagai upaya diantaranya melalui berbagai kegiatan pertanian dan peternakan yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Pertanian
1. Pengelolaan tanah

Dengan melakukan pengelolaan tanah yang baik tentunya dengan melakukan manajemen kesuburan tanah yang baik pula yaitu dengan cara penggunaan bahan organik (kompos) dan mengurangi penggunaan pupuk kimia sintesis seperti urea karena akan meningkatkan emisi N2O ke atmosfer. Penggunaan pupuk urea, meningkatkan emisi methan. Dalam jangka panjang dapat diupayakan penggunaan pupuk berbahan dasar ammonium seperti sulfic-amonium ((NH3)2 SO4) yang tetap dapat menjaga produktivitas tanaman namun rendah emisi methan.

2. Pengelolaan air

Pengelolaan air (watershed management) atau pengaturan irigasi (control irigation) berkaitan dengan budidaya padi yang berkontribusi pada emisi gas methan. Pengelolaan air atau pengaturan irigasi tentunya difokuskan pada proses penggenangan secara berkala dan terkendali sehingga air hanya mengalir dan tergenang pada saat tertentu saja.
3. Pemilihan varietas

Penggunaan varietas yang unggul dan adaptif terhadap praktek pertanian terpadu akan mengurangi input pupuk kimia dan aktivitas ini tentunya akan mengurangi emisi N2O dari pupuk kimia dengan tetap mempertahankan kualitas produk pertanian.
4. Pemanfaatan limbah pertanian

Limbah pertanian dihasilkan dari kegiatan budidaya (on farm) dan pengolahan hasil (off farm). Jika limbah dikelola dengan baik tentunya akan mengurangi emisi gas CH4, N2O, COx dan CO2. Selain itu limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, biogas, pupuk organik dan bahan bakar nabati (biomass).

5. Diversifikasi pangan

Keragaman bahan pangan akan memperkuat ketahanan pangan nasional. Keragaman pangan akan memberika efek positif pada pengurangan emisi GRK, karena penyediaan pangan tidak tergantung pada padi yang dalam budidaynya berkontribusi pada peningkatan emisi gas methan.

 

Peternakan
1. Inseminasi buatan dan pemuliaan galur

Dengan inseminasi buatan dan pemuliaan galur diharapkan dihasilkan ternak yang memiliki kualitas lebih baik dari sebelumnya yaitu lebih tahan penyakit, kemampuan reproduksi yang baik. Ternak yang berkualitas baik akan meningkatkan produksi sehingga secara tidak langsung mengurangi emisi gas methan.

2. Pemanfaatan kotoran ternak

Kotoran ternak yang dikelola dengan baik akan menghasilkan biogas atau pupuk organik yang selanjutnya akan mengurangi emisi gas methan

Berdasarkan data dari ADB-GEF-UNDP (1998), kegiatan pertanian (budidaya padi dan ternak) yang berpeluang menurunkan emisi GRK dapat dilihat pada data berikut:
Kegiatan budidaya padi:

1. Tanpa olah tanah : menurunkan gas methan sebesar 10,8 Gg

2. Substitusi urea tabur dg sulficsulfunic : menurunkan gas methan sebesar 10 Gg

3. Substitusi urea tabur dgn urea tablet : menurunkan gas methan sebesar 18 Gg

4. Pembibitan langsung : menurunkan gas methan sebesar 37 Gg

5. Pengaturan irigasi : menurunkan gas methan sebesar 55,5 Gg

6. Substitusi varietas dgn IR4 : menurunkan gas methan sebesar 90 Gg

Kegiatan peternakan:

1. Pemberian mineral : menurunkan gas methan sebesar 40 Gg

2. Penggunaan pakan : menurunkan gas methan sebesar 30 Gg

3. Pembangunan biogas : menurunkan gas methan sebesar 70 Gg

4. Inseminasi buatan : menurunkan gas methan sebesar 15 Gg

5. Modifikasi rumen : menurunkan gas methan sebesar 25 Gg

6. Peningkatan daya cerna : menurunkan gas methan sebesar 15 Gg

Pengurangan emisi gas methan dari sektor pertanian harus menjadi prioritas uttama. Berdasrkan hasil inventarisasi GRK, pada tahun 1990 emisi gas methan dari sektor pertanian yang meliputi CH4, N2O, NOx dan CO2 mencapai 71.137,92 Gg atau mencapai 94,4% dari seluruh emisi GRK sektor pertanian.

 

Pustaka

Badan Litbang Pertanian, 2009, Pengembangan Inovasi Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Pengaturan Air Pada Tanaman Padi Untuk Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim

on .

Oleh :

Among Wibowo, SP, MMA

Penyuluh Pertanian Madya Pada Disperpa Kota Magelang

Twitter

Dampak perubahan iklim adalah kondisi kerugian dan keuntungan, baik secara fisik, produk, maupun secara sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh cekaman perubahan iklim. Sektor pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, paling rentan (mempunyai tingkat kerentanan paling tinggi) terhadap perubahan iklim karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman (kelebihan dan kekurangan) air, meningkatnya frekuensi cuaca ekstrim, dan curah hujan yang lebat dan menyebabkan banjir, adalah hanya sebagian contoh kecil dari akibat perubahan iklim.

Kerentanan terhadap perubahan iklim adalah sebuah kondisi yang mengurangi kemampuan manusia untuk menyiapkan diri, atau menghadapi kerawanan ataupun bencana. Secara umum, perubahan iklim yang ekstrim menyebabkan: (a) Kerusakan sumberdaya lahan pertanian, (b) Peningkatan frekuensi, luas, dan bobot/intensitas kekeringan dan banjir, (c) Peningkatan intensitas gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan (d) Kegagalan panen dan tanaman, penurunan Indeks Pertanaman, penurunan produktivitas, kualitas dan produksi.

Dengan adanya perubahan tahun-tahun ini mengakibatkan dampak pada lahan pertanian khususnya dalam pengaturan air untuk tanaman padi semangkin kurang baik kadang kekurangan dan kelebihan air tidak begitu stabilnya untuk perairan tanaman padi sehingga hal ini dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan dan perkembangan tanaman padi untuk masa vegetatif dan generatif.

Tanaman padi akan lebih baik tumbuhnya dan meningkatnya produksi padi adalah diperlukan air yang cukup atau tidak berlebihan, dalam menghadapi perubahan iklim yang begitu berubah-berubah maka disarankan para penyuluh pertanian dan petani di lapangan yang agar lebih memperhatikan untuk mengatur jalannya air yang lebih baik agar tidak terhadap dalam membudidayakan tanaman padi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan hal sebagai berikut ; Prinsip-prinsip Pengelolaan Irigasi ada dua prinsip utama

(a) Pekalen Regeling: sistem pengelolaan yang didasarkan pada pola tanam (cultuur plan) yang ditetapkan sebelumnya. Pengelolaan air irigasi diperlukan untuk mendukung terlaksananya pola tanam yang dikehendaki, suatu prinsip klasik tentang azas. (a) Pekalen Regeling: sistem pengelolaan yang didasarkan pada pola tanam (cultuur plan) yang ditetapkan sebelumnya. Air irigasi diperlukan untuk mendukung terlaksananya pola tanam yang dikehendaki, suatu prinsip klasik tentang azas kegunaan, (b) Pategoean Regeling: mengadopsi prinsip pengelolaan air pada daerah irigasi yang dibangun masyarakat sendiri yaitu alokasi air berdasarkan kesamaan kesempatan, sedangkan pola tanam diserahkan sendiri pada masyarakat. Pada masa penjajahan untuk kepentingan kolonial maka dipilih yang pertama dengan turunannya sistem Golongan, sistem Pasten dll.

Sejak Pelita I: komitmen rehabilitasi dan perluasan irigas dipacu oleh kepentingan mencapai swasembada beras, dengan bantuan kredit lunak dari IDA (International Development Agency). Pada kurun waktu 1969-1984: Areal Irigasi seluas 3,4 juta hektar dalam kondisi rusak menjadi 5,0 juta hektar kondisi baik. Intensitas Pertanaman meningkat dari 100% menjadi 145%. produktivitas naik lebih dari 2 kali lipat (2 ton GKG/ha - 4,3 ton GKG/ha). Swasembada beras dicapai tahun 1984 - 1993, dan kembali swasembada beras tahun 2004 sampai sekarang. Swasembada beras tersebut dapat dicapai dengan pengelolaan irigasi yang baik dan teknik budidaya tanaman padi yang diterapkan petani sesuai anjuran serta dukungan dari berbagai pihak yang terkait.

Penggunaan air irigasi dapat dilakukan secara efesien dan efektif sesuai dengan volume air yang ada dapat dilakukan antara lain ; a) pemeliharaan bendungan, saluran primer, sekunder dan tertier, dengan pemeliharaan bendungan dan saluran tersebut maka air yang ada benar-benar dapat dialirkan ke persawahan para petani yang menanam padi, b) pemasukan air ke sawah sesuai kebutuhan, air yang dialirkan ke persawahan para petani harus disesuaikan debitnya sesuai kebutuhan padi yang sedang ditanam, pada saat air dibutuhkan padi misalnya pada persemaian dan pertumbuhan, sedangkan pada saat musim hujan dan pengeringan butir malai maka debit air yang dimasukkan ke sawah dikurangi/dibatasi, c) pengolahan tanah, pada saat pengolahan tanah ada masa pelapukan/pengeringan tanah maka saat itu pemasukan air ke sawah diberhentikan sehingga air dapat digunakan ke lahan sawah lainnya yang dibutuhkan petani.

Pada prinsipnya para petani padi di lapangan disarankan dalam pengelolaan air yang berhubungan dengan perubahan iklim harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut ; a) bila iklim terjadi ekstrim kering maka usahakan menggunakan air irigasi sehemat mungkin yaitu pada saat vegetatif pertumbuhan padi air disalurkan secara teratur sehingga air tidak terbuang percuma,b) bila iklim terjadi ekstrim basah yaitu hujan berkepanjangan maka saluran air dalam petakan sawah harus di kontrol setiap saat supaya air jangan berlebihan di dalam petakan sawah yang dapat meningkatkan serangan hama penyakit yang terjadi. Dalam hal ini para petani di lapangan harus lebih berhati-hati dan lebih bekerja keras dengan terjadinya perubahan iklim.

 

Pustaka

Badan Litbang, 2010, Peta Kerentanan Sektor Pertanian dan Dampak Perubahan Iklim, Jakarta.
Kementan, 2010, Kenali dan Pahami Perubahan Iklim, Jakarta
Ibrahim Saragih, 2006, Peranan Penyuluh Pertanian dalam Peningkatan Produksi Padi, Disertasi, Bogor